Pondoknya Dirobohkan, Alfaruk Bantah Bangunannya Masuk Kawasan Hutan Lindung, Tiap Tahun ia Sudah Bayar Pajak

- Jumat, 17 Januari 2020 | 11:31 WIB
MELANGGAR: Rumah di kawasan hutan lindung Liang Anggang dibongkar. | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN
MELANGGAR: Rumah di kawasan hutan lindung Liang Anggang dibongkar. | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN

BANJARBARU - Alfaruk (50), warga Liang Anggang, Banjarbaru, hanya bisa terdiam saat belasan petugas merobohkan pondoknya, kemarin siang. Selain pondoknya, ada empat bangunan lain yang turut diratakan dengan tanah, kemarin.

Usut punya usut pondok Alfaruk ternyata berada di dalam kawasan hutan lindung yang harus terbebas dari pemukiman warga. Alfaruk menolak anggapan itu.

“Dari dulu kami bertani di sini, dan tidak ada yang mengatakan hutan lindung, bahkan kami mempunyai surat dalam bentuk sporadik tahun 2003 lalu. Bahkan kami membayar pajaknya tiap tahun,” tutur Faruk.

Dia ingat betul, sebelum Banjarbaru dimekarkan, Bupati Banjar meresmikan dan menetapkan kelompok tani hingga panen buah-buahan dari kelompok tani di kawasan ini di tahun 1989. “Sekarang malah diklaim sebagai kawasan hutan lindung. Kami jadi bingung,” tukasnya.

Sementara, Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, pembongkaran kemarin adalah pembongkaran lanjutan. Hal serupa dilakukan terhadap beberapa bangunan di kawasan tersebut. Dia menegaskan, penertiban ini adalah untuk sterilisasi kawasan hutan lindung.

Hutan lindung harus dikembalikan kepada fungsi aslinya, yaitu untuk konservasi, edukasi, pariwisata, dan penyelamatan lingkungan. Dia mengakui, berdirinya bangunan non prosedural tersebut karena keteledoran pemerintah tidak menjaga dan memanfaatkan hutan lindung beberapa tahun lalu.

Sebelumnya, di kawasan hutan lindung ini terdapat 12 bangunan yang berdiri di luar prosedur. Pembongkaran pun dilakukan secara bertahap setelah disosialisasikan terlebih dulu dengan warga. “Namun, hingga batas waktu, tersisa lima bangunan. Terpaksa kami tertibkan sendiri,” ujar Hanif.

Untuk mengamankan hutan lindung di kawasan ini, sebanyak 250 personil diturunkan, tak hanya dari personil Dinas Kehutanan (Dishut) Kalsel, diturunkan pula Satpol PP, TNI/Polri.

Dia menerangkan, kawasan hutan lindung di Liang Anggang Banjarbaru terdiri dua blok. Blok pertama di kawasan ini dengan luas 960 hektar. Sedangkan Blok II berada di Jalan Ahmad Yani arah Pelaihari atau berada belakang SPBU pertigaan Jalan Trikora Banjarbaru dengan luas mencapai 1.290 hektar. “Di Blok I ini hampir setengahnya dimanfaatkan warga. Jika tak ditertibkan, akan semakin marak,” ucapnya.

Menurutnya, hutan lindung di Liang Anggang ini berbeda dengan hutan lindung di Pegunungan Meratus. Di Pegunungan Meratus sudah ada masyarakat adat yang tinggal sebelum penetapan hutan lindung.

Sementara, di kawasan ini baru beberapa tahun dimanfaatkan warga. Hanif menerangkan, kawasan ini sudah ditetapkan sebagai hutan lindung sejak tahun 1990 silam. “Kami akui karena tak dikelola dengan baik, lalu masyarakat masuk. Sekarang sudah kami bangun pos-pos jaga,” katanya.

Dia sendiri tak mempermasalahkan jika warga ingin menggugat atas penertiban ini. Bahkan, jika pengadilan memenangkan gugatan, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya kepada warga. “Kami hanya memperjuangkan apa yang sepatunya dilaksanakan, yaitu pengembalian fungsi hutan,” sebut Hanif. 

Soal kawasan hutan lindung di dua blok ini, dia menjelaskan, penetapannya dimulai tahun 1991 setelah keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 612/Kpts-II/91 tanggal 4 September 1991 Tentang Penetapan Kelompok Hutan Liang Anggang yang Terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Banjar, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, Seluas 2.250 (Dua Ribu Dua Ratus Lima Puluh) Hektar, Sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi Lindung.

Kemudian, tahun 1996 dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 434/Kpts-II/1996 Tanggal 16 Agustus 1996 tentang Penetapan Status Kawasan Hutan Lindung Liang Anggang dengan luasan yang sama saat pelaksanaan tata batas pada Tahun 1990, yaitu Blok I = 960 Ha dan Blok II = 1.290 Ha. Berikutnya, tahun 1999 keluar Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 453/Kpts-II/1999 Tanggal 17 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Penunjukan ini merupakan hasil paduserasi antara Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 1998 dengan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan(TGHK).

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X