Respons Warga Banua setelah Naiknya Premi Asuransi BPJS Kesehatan: Andai Kami Orang Kaya Tak Masalah

- Sabtu, 25 Januari 2020 | 12:01 WIB
TERPAKSA TURUN: Hapsah (kanan) mengurus penurunan kelas BPJS Kesehatan dari kelas II menjadi kelas III
TERPAKSA TURUN: Hapsah (kanan) mengurus penurunan kelas BPJS Kesehatan dari kelas II menjadi kelas III

Lembaran berkas tersusun rapi di dalam map dokumen berwarna biru yang dibawa Hapsah kemarin. Menunggu antrean dipanggil, sesekali dia memeriksa lembar demi lembar dokumen untuk keperluan mengurus turun kelas kepesertaan BPJS.

----------------------

Dia mendapat antrean nomor dua dipanggil petugas loket BPJS Kesehatan Cabang Banjarmasin di bagian layanan turun kelas. “Sudah kemahalan. Mau diturunkan kelasnya dari kelas II menjadi kelas III,” ujar Hapsah.

Rupanya berkas yang dibawanya adalah milik ayahnya. Sang ayah sebutnya sudah sekitar 3 tahun menjadi peserta BPJS Kesehatan mandiri. Belakangan, lantaran tarifnya dinaikkan, sang ayah pun meminta untuk diturunkan. “Jarang dipakai beliau. Bayarnya malah tambah mahal, makanya saya diminta menguruskan,” katanya.

Sang ayah yang hanya wiraswasta biasa sebutnya, mengaku sangat terbebani dengan tarif baru. Sementara, sejak menjadi anggota, ayahnya hampir tak pernah menggunakan kartunya. “Paling dibawa ke puskesmas. Kata beliau, mending turun kelas daripada menambah biaya,” tambahnya.

Keinginan menurunkan kelas layanan BPJS Kesehatan juga akan dilakukan oleh Verawati. Menurutnya, tarif yang diterapkan saat ini kurang tepat, di saat ekonomi masyarakat sekarang lesu. “Tarif yang dulu saja banyak orang menunggak. Ini malah dibebankan ke peserta yang bayarnya rajin,” ucapnya.

Saat ini Vera adalah peserta kelas II bersama suami dan tiga orang anaknya. Dalam sebulan, tak sedikit uang yang harus digelontorkannya demi untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. “Setiap bulan kami bayar Rp255 ribu. Dengan tarif baru sekarang, uang yang harus saya siapkan sebesar Rp550 ribu per bulan, sungguh membebani,” tukasnya.

Selama ini pun terangnya, dia hampir tak pernah menggunakan layanan ini. Lebih banyak hanya digunakan sang anak yang masih kecil. “Sudah saya bicarakan dengan suami. Bulan depan turun kelas saja,” terangnya.

Dia sendiri mengaku, kerap mendengar dari orang lain, pelayanan BPJS Kesehatan di beberapa rumah sakit selalu dinomorduakan dengan pasien umum. “Kan rugi. Bayar mahal-mahal pelayanan biasa saja. Mending jika harus berobat di rumah sakit, bayar lebih saja nanti minta pelayanan kelas di atasnya,” ucap Vera.

Ketika turun kelas dari II menjadi kelas III, dia mengaku bisa berhemat dan membeli kebutuhan rumah tangga. “Andai kami orang kaya tak masalah. Penghasilan suami hanya berkisar Rp2,6 juta tiap bulan,” imbuhnya.

Di sisi lain, Hernita mengaku pasrah dengan kenaikan tarif ini. Sedikit rasional, dia memberi contoh soal pelayanan ruangan di rumah sakit, peserta kelas II lebih nyaman dibandingkan dengan pelayanan kelas III. “Berbicara pelayanan, jelas berbeda. Wajar tarifnya lebih tinggi,” tuturnya.

Meski demikian, dia menyayangkan kenaikan tarif BPJS Kesehatan mencapai 100 persen. Padahal, tak semua masyarakat berpenghasilan besar. “Kasihan masyarakat ekonomi kecil, pelayanan yang didapat tentu berbeda. Kesenjangan semakin terjadi,” cetusnya.

Beri Kemudahan Turun Kelas

Pemerintah sejak awal tahun tadi menaikkan tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Besaran kenaikan mencapai 100 persen. Kebijakan ini salah satu upaya pemerintah untuk menambal defisit BPJS Kesehatan selama ini.

Halaman:

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X