PDAM Kotabaru Digugat ke Pengadilan

- Kamis, 13 Februari 2020 | 10:44 WIB
KRISIS: Warga saat antre pembagian air dari pengusaha yang peduli. Tiap tahun Kotabaru selalu dilanda krisis air. | FOTO: ZALYAN SHODIQIN ABDI/RADAR BANJARMASIN
KRISIS: Warga saat antre pembagian air dari pengusaha yang peduli. Tiap tahun Kotabaru selalu dilanda krisis air. | FOTO: ZALYAN SHODIQIN ABDI/RADAR BANJARMASIN

KOTABARU - Gara-gara air, Pemkab Kotabaru akan berhadapan dengan warganya sendiri di meja hukum. Senin (10/2) tadi, Bantuan Hukum Laskar Bamega resmi menggugat kebijakan PDAM yang menetapkan biaya minimal 10 kubik kepada pelanggan.

Dalam keterangan persnya, pengacara Laskar Bamega, Isnan Sabata mengatakan, aturan yang diterapkan PDAM atau pemerintah daerah tidak logis. Karena pada musim kemarau 2019 tadi, PDAM tidak mampu mengalirkan air, namun warga tetap dipungut bayaran.

Menurut Isnan, alasan pemerintah memberlakukan biaya tetap 10 kubik berdasarkan aturan Lermendagri No 71 Tahun 2016 tentang perhitungan dan penetapan tarif air minum pasal 21 ayat (1), bisa diterapkan jika PDAM memenuhi kewajibannya menyediakan air. "Sesuai PP No 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) pasal 7 ayat (3)," ujarnya.

Yang terjadi kata Isnan, saat musim kemarau tadi, tepatnya dari Agustus sampai Desember, PDAM lumpuh. Tidak mampu menyediakan air kepada warga. Karena sumber air milik PDAM mengering.

"Saat itu masyarakat membeli air sendiri dengan harga Rp100 ribu kepada mobil tangki kapasitas 1200 liter, atau Rp250 ribu kepada mobil tangki kapasitas 4000 liter. Uniknya, trmasuk PDAM Kotabaru jual air juga dengan mobil tangki air PDAM," ujar Isnan.

Untuk itu, masyarakat Kotabaru dimotori warga yang bekerja sebagai dosen Ibnu Faozi menggugat PDAM dan pemerintah daerah atas dugaan perbuatan melawan hukum. "Dalam sejarahnya belum ada class action dilakukan di Kotabaru. Ini pertama masyarakat melawan pemerintah untuk membela hak mereka," tutur Isnan.

Dikonfirmasi Rabu (12/2) kemarin, Ibnu Faozi menjelaskan, dirinya mewakili masyarakat Pulau Laut yang resah dengan kebijakan bayar beban tetap minimal 10 kubik di musim kemarau. "Itu sama dengan bayar angin. Air gak mengalir, kok kami disuruh bayar," ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Pelanggan PDAM Kotabaru ini.

Ibnu menjelaskan, mereka sudah menggelar dengar pendapat di DPRD Kotabaru awal bulan tadi. Tapi PDAM dan pemerintah ngotot memberlakukan aturan itu. "Jadi tidak ada pilihan, class action harus kami jalankan," tekannya.

Ia berharap, PN Kotabaru nanti berdiri secara adil dalam pengadilan. "Semoga nanti hasil sidang benar-benar menggambarkan keadilan bagi masyarakat," tandasnya.

Terpisah, Humas PDAM Kotabaru Syarwani mempersilakan masyarakat menggugat ke pengadilan. "Itu hak mereka. Walau perlu kamu sampaikan, sampai sekarang pemerintah belum ada membentuk Forum Pelanggan PDAM Kotabaru," bebernya.

Syarwani menjelaskan, aturan beban tetap mininal 10 kubik berlaku seluruh Indonesia. Di Kotabaru aturan itu tertuang dalam SK Direktur NO 17/08-SK/PDAM. "Kami sesuai dengan aturan yang berlaku. Memang begitu aturannya," tegasnya.

Terkait keluhan warga beban tetap itu diberlakukan saat mereka tidak mampu memenuhi kewajiban menyediakan air, Syarwani menekankan, aturan beban tetap itu tetap berlaku walau kemarau. "Aturan itu mengikat sejak mereka jadi pelanggan."

Syarwani mengaku, mereka siap menghadapi tuntutan di pengadilan. "Kami sudah koordinasi dengan Pemkab Kotabaru. Apakah nanti kami akan pakai pengacara atau kami hadapi sendiri saja."

Sekadar diketahui, hingga sekarang, pemerintah gagal mengatasi krisis air di musim kemarau. Tiap tahun, warga selalu kesulitan air. Tahun 2020 ini diperkirakan akan terjadi lagi, karena pemerintah tidak menganggarkan maksimal perbaikan kualitas penampungan air.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X