Disebut Terlalu Atur Privasi, RUU Ketahanan Keluarga Menyulut Kontroversi

- Senin, 24 Februari 2020 | 12:06 WIB
Ilustrasi: Jawapos.com
Ilustrasi: Jawapos.com

BANJARBARU – DPR RI beberapa waktu lalu telah mengusulkan Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga. Sayangnya, RUU itu langsung menyulut kontroversi di tengah publik karena dinilai terlalu mengatur hal privat dalam urusan keluarga.

RUU Ketahanan Keluarga sendiri diusulkan oleh lima anggota DPR lintas fraksi. Yaitu, Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Fraksi PKS, Sodik Mudjahid dari Fraksi Gerindra, Ali Taher Parasong dari Fraksi PAN, serta Endang Maria Astuti asal Fraksi Golkar.

Ada beberapa pasal yang disorot dalam RUU tersebut. Kewajiban suami dan istri, misalnya. Klausul itu tertuang dalam pasal 25. Kewajiban istri, antara lain, mengatur urusan rumah tangga. Dalam pasal itu, istri juga wajib memenuhi hak-hak suami sesuai dengan norma agama dan etika sosial.

Hal privat lain yang harus diurus negara terdapat pada pasal 33 ayat (2). Yakni, rumah harus memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orang tua dan anak serta terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan.

Lalu bagaimana pandangan masyarakat Banua terkait pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga? Novrihati, salah seorang ibu rumah tangga di Banjarbaru mengaku tak sepakat dengan beberapa pasal yang ada di RUU tersebut.

"Seperti pasal tentang kewajiban suami dan istri. Seharusnya pemerintah tidak berwenang untuk mengurusi dapur warga negaranya. Karena perkara si istri wajib mengurus rumah tangga itu urusan dia sama suami atau keluarganya. Bukan karena undang-undang," katanya.

Menurutnya, tidak semua istri bisa berdiam diri di rumah untuk mengurus rumah tangga. "Bisa jadi ekonomi keluarganya paspasan, sehingga si istri terpaksa ikut bekerja memenuhi keperluan rumah tangga," ujarnya.

Hal senada disampaikan Akhmad Ramadhani, seorang karyawan swasta di Banjarbaru. Menurut dia, pernikahan adalah hal pribadi yang tak bisa dicampuri negara. Kecuali pengaturan dalam pernikahan yang mengalami kekerasan (KDRT).

"Selain itu, perempuan bukan di bawah laki-laki, tapi partner hidup dalam pernikahan. Mereka seperti tidak dibiarkan berkembang, kalau hanya boleh mengurus rumah tangga," ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kalsel Husnul Khatimah saat dimintai tanggapan menyampaikan, RUU Ketahanan Keluarga menuai kontroversi lantaran masyarakat belum memahami maksud dan tujuan teknisnya. "Dan nanti akan dijelaskan dalam aturan teknisnya, sehingga masyarakat bisa memahaminya," ucapnya.

Menurutnya, undang-undang biasanya mengatur secara umum dan untuk teknis pelaksanaannya perlu PP dan Permen sesuai spesifik yang diatur.

"Pasal-pasal yang kontroversial itu menjadi sasaran dalam lima dimensi ketahanan keluarga dan setiap dimensi ada target indikator yang harus dipenuhi. Tapi, ini masih rancangan nanti akan berproses lebih lanjut dengan melibatkan tenaga ahli yang membahasnya," bebernya.

Sementara itu, pemerintah berhati-hati menyikapi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang memicu polemik. Rancangan beleid usulan DPR tersebut disorot lantaran dianggap terlalu mencampuri ranah privasi keluarga.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengaku telah mendengar polemik terkait RUU itu di masyarakat. Namun, dia belum membaca naskahnya. Sebab, secara resmi DPR memang belum menyampaikan kepada pemerintah untuk dibahas. ”Sebenarnya untuk apa sih RUU Ketahanan keluarga itu? Itu pertanyaan saya,’’ ujar dia kemarin (22/2).

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X