Kisah Cinta dari Meratus Sampai Jakarta

- Rabu, 26 Februari 2020 | 10:46 WIB
SASTRA: Penulis Perempuan Meratus, Wirianto Hadisucipto bersama novel pertamanya. Novel ini mengisahkan drama percintaan dibalut kearifan lokal.
SASTRA: Penulis Perempuan Meratus, Wirianto Hadisucipto bersama novel pertamanya. Novel ini mengisahkan drama percintaan dibalut kearifan lokal.

Satu lagi novel inspiratif karya penulis Banua diluncurkan. Judulnya 'Perempuan Meratus". Novel budaya yang dekat dengan kehidupan anak muda.

-- Oleh: TIA LALITA NOVITRI, Banjarmasin --

SESUAI judulnya, novel ini mengisahkan tentang Pegunungan Meratus, tapi dari sisi berbeda. Tepatnya soal Galuh, pemeran utama dalam kisah tersebut.

Galuh adalah gadis desa di kaki gunung Meratus. Lingkungannya sederhana. Jauh dari ingar-bingar kota. Semuanya juga serba minim, tak ada listrik, jaringan seluler apalagi internet.

Pola pikir masyarakatnya pun terbilang primitif. Seorang anak bermain di hutan, beranjak dewasa, menikah dan berladang. Setidaknya itulah gambaran kehidupan di mata Galuh.

Syukur, Galuh masih dibekali kemauan belajar. Ia bersekolah. Jaraknya tergambar jauh dalam cerita. Berasal dari desa terpencil, ia kerap dirundung anak-anak kecamatan. Julukan 'Anak Gunung' mereka sematkan untuknya.

Tak ingin terkungkung, Galuh mendobrak tradisi. Lulus SMA, ia bertekad masuk perguruan tinggi. Berat, karena orang tua memintanya segera menikah.

Singkat cerita, pendekatan Galuh pada orang tuanya berbuah manis. Lampu hijau menyala. Galuh diterima di salah satu kampus di Banjarmasin. Lulus tepat waktu, bahkan menerima predikat cumlaude.

Kesempatan bekerja terbuka lebar. Singkat cerita, dia tinggal di Jakarta dan hidup mapan. Tapi tunggu dulu, hidupnya tidak semulus itu. Kegetiran demi kegetiran harus Galuh lewati.

Ceritanya pun tak sekering ringkasan di atas. Perjalanan asmara juga menjadi bumbu cerita. Embong, sosok pemuda yang menjadi pasangannya di akhir novel. Tidak langsung menikah. Ada drama, gangguan orang ketiga, hingga hubungan jarak jauh.

Penulis novel, Wirianto Hadisucipto sengaja menyelipkan kisah asmara. "Ya harus ada dong. Biar makin menarik," ungkapnya.

Suatu ketika, Galuh dibuat syok. Kala mendengar kabar bahwa ayahnya sudah lama meninggal. Suasana menjadi kacau. Galuh kembali mengambil keputusan besar yang mengubah segalanya.

Kegigihan, konsistensi, dan ambisi adalah pesan moral dalam novel ini. "Galuh juga berani berkomitmen pada satu hati, yakni Embong. Di saat ada pria lain yang juga ingin mendekatinya," beber Hadi.

Lantas kenapa harus Meratus? "Karena aku orang sana. Novel-novelku nanti harus tentang Meratus," tegas lelaki kelahiran Labuhan, Batang Alai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai tengah tersebut.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB
X