Ketika Anak Kota Idaman Mengais Rupiah Hingga Larut Malam; Anak Lembur, Orang Tua ‘Nganggur’

- Kamis, 5 Maret 2020 | 15:00 WIB
PANGGUL BEBAN: Putri -bukan nama sebenarnya- ketika tertangkap kamera berjualan kerupuk hingga larut malam di salah satu kedai kopi di pusat Kota Banjarbaru beberapa waktu lalu | Foto: Muhammad Rifani/Radar Banjarmasin
PANGGUL BEBAN: Putri -bukan nama sebenarnya- ketika tertangkap kamera berjualan kerupuk hingga larut malam di salah satu kedai kopi di pusat Kota Banjarbaru beberapa waktu lalu | Foto: Muhammad Rifani/Radar Banjarmasin

Selepas hujan mengguyur Kota Banjarbaru, Senin (2/3) menjelang tengah malam. Dari kejauhan, seorang anak perempuan perlahan mendekat. Di pundaknya, melintang tali pita webbing warna hitam, menopang keranjang jualannya. Pemandangan miris di balik predikat Kota Layak Anak.

-----------------

Putri –bukan nama sebenarnya- masih sangat belia, 8 tahun, baru duduk di kelas II SD, menjual kerupuk aneka rasa. Manis, asin sampai pedas. Harganya Rp10 ribu perbungkus.

Mengenakan kerudung putih polos, dipadu baju kaus kuning Hello Kity. Kaki kecilnya yang beralas sendal jepit biru muda, membawanya melangkah dari satu meja ke meja lainnya di sebuah kedai kopi depan Kolam Renang Idaman, tempat wartawan koran ini nongkrong malam itu.

Jajanan Putri terlihat laku malam itu. Ada yang memborong 5 bungkus. Kepada pembeli, ia membalas dengan senyuman. Pengunjung yang baik hati memberikan bonus, “Ambil saja kembaliannya”.

Radar Banjarmasin coba mewawancarai Putri. Tentunya tanpa sepengetahuannya. Dari hasil bincang-bincang, Putri mengaku kerap berjualan di akhir pekan. Namun sesekali di luar momen tersebut, ia turut berjualan. Seperti malam itu. Jika mujur, ia sampai 30-40 bungkus perhari. Kalau apes, paling 10 bungkus yang laku.

Banyak sedikitnya jualan yang laku tak memengaruhi upah Putri. Ia diberi Rp50 ribu sekali jualan. Uang tersebut digunakannya untuk jajan dan sebagian ditabung. Sedangkan bonus dari pembeli, juga bisa ia kantongi, asal tak ketahuan yang menyuruh.

Sedih mendengarnya, yang menyuruh ibunya sendiri. Sedangkan kerupuk jualan yang buat tantenya. "Ayah sudah meninggal. Mama menunggu di rumah, tidak kerja" ujarnya lirih, mulai ia tampak berhati-hati menjawab.

Meski berkilah keranjangnya tak menyiksa. Tapi jelas terlihat ia berat memanggulnya. Sesekali Putri menaruh keranjang di meja dan melonggarkan tali penyangga.

Putri bercita-cita menjadi guru. Alasannya tulus: ingin mengajarkan ilmunya ke orang lain. Karena itulah, meski bekerja sampai larut malam. Ia tetap memaksa bisa turun sekolah.

Tetapi dampak pekerjaannya tak bisa dibohongi. Kelelahan sering dirasakan. Sesekali ia harus telat masuk sekolah. Guru dan teman-teman tak mengetahui pekerjaannya. "Pernah ada mau masuk rumah makan, ternyata ada guru. Ulun (saya, Red) langsung menghindar. Malu dan takut kalau dimarahi," ungkapnya.

Biasanya, Putri berjualan selepas sekolah. Setelah berganti pakaian, ia diantar ibu atau paman. "Tapi kalau capek tidak turun. Biasanya siang sudah mulai berjualan jika tidak hujan. Malam pulang, paling lama jam 11-an," jelasnya.

Ditanya kapan waktu belajar, Putri terdiam.

Dari pantauan Radar Banjarmasin, Putri tak sendiri di kota ini. Ada sekitar 4 anak dengan jualan serupa. Usianya sepantaran Putri. Fuad –juga bukan nama sebenarnya- berjualan kerupuk, sama persis dengan Putri. Keranjangnya pun mirip. Bedanya, tali pita webingnya berwarna coklat. Hasil modifikasi dari tali tas selempang.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X