BANJARMASIN - Komisi II DPRD Banjarmasin masih menyorot soal cagar budaya dan situs bersejarah di kota ini. Yang mana harus benar-benar dijaga dan dilestarikan.
Ketua Komisi II Faisal Hariyadi menyebut, ada tiga sektor yang harus berperan. Pemerintah, masyarakat dan pihak ketiga alias swasta. Tak bisa dilakukan sendiri-sendiri.
“Masyarakat dan swasta berperan melindungi, merawat dan memanfaatkan. Sedangkan pemerintah membuat regulasi dan mengawasi,” kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebagai contoh, ia menyebut Kompleks Makam Sultan Suriansyah di Jalan Kuin Utara. Salah satu cagar budaya yang sebagian bangunannya mulai rusak.
Ditegaskannya, peninggalan sejarah tak boleh diabaikan. Sebab tak hanya sebagai identitas atau kepentingan ilmu pengetahuan. Tapi juga sebagai pengingat, bahwa kota ini punya sejarah panjang yang tak ternilai harganya.
“Kita harus menyadari ini. Sehingga setiap cagar budaya wajib dilindungi dan dilestarikan,” ucapnya.
Lagipula, situs sejarah berpotensi meningkatkan perekonomian lewat kunjungan wisatawan. Terutama bagi warga yang berada di sekitarnya.
“Karena mampu meningkatkan destinasi wisata. Potensi ini bisa digali sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.
Faisal sadar, menjaga dan melestarikan cagar budaya bukan perkara mudah. Apalagi usianya sudah ratusan tahun. Tentu butuh biaya.
Tapi itu bukan penghambat. Selama pemerintah punya kuasa. Persoalannya di Banjarmasin justru tak begitu. Beberapa cagar budaya dimiliki atau dikuasai perorangan. Sehingga pemko tak bisa banyak berperan untuk melestarikan dan merawatnya.
“Seperti Makam Sultan Suriansyah. Perawatan dan pengelolaannya dilakukan oleh keluarga ahli waris. Hingga kini belum diserahkan kepada pemko,” sebutnya.
Sebenarnya tak salah. Karena di kota ini ada perda yang mengaturnya. Yakni Perda No 21 tahun 2009 tentang cagar budaya. Dimana setiap yang memiliki atau menguasai benda bersejarah wajib menjaga dan melestarikannya.
Dari ini perda itu, sebenarnya tak ada larangan seseorang memiliki benda atau area yang dianggap bersejarah. Tapi mereka wajib menjaganya. Pemko sama sekali tak dibebani.
“Kalau yang tidak dimiliki atau dikuasai oleh perorangan atau kelompok, baru akan menjadi tanggung jawab pemko,” jelas Faisal.