2030 Batubara Kalsel Bisa Habis; Daerah Terlena Royalti, Lupa Bangun Pariwisata

- Senin, 16 Maret 2020 | 12:34 WIB
KERUK KEKAYAAN ALAM: Alat berat beroperasi di sebuah daerah tambang di Kalsel. | DOK/RADAR BANJARMASIN
KERUK KEKAYAAN ALAM: Alat berat beroperasi di sebuah daerah tambang di Kalsel. | DOK/RADAR BANJARMASIN

Menjadi daerah penghasil batubara nampaknya benar-benar membuat sejumlah daerah di Banua berada di zona nyaman. Pasalnya, setiap tahunnya mereka bisa mendapatkan miliaran hingga triliunan rupiah dana bagi hasil bukan pajak (BHBP) dari mineral dan batubara (minerba).

---- 

Berdasarkan data yang diterima Radar Banjarmasin dari Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel, tercatat ada dua daerah di Kalsel yang menerima dana bagi hasil atau royalti dari sektor sumber daya alam (SDA) terbanyak.Yakni, Kabupaten Balangan dan Tanah Bumbu.

Dari rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kalsel 2019 tertulis, dana BHBP yang dialokasikan untuk kedua daerah tersebut sangat besar: Rp1.619.587.928.600 untuk Balangan dan Rp1.482.382.046.400 untuk Tanah Bumbu.

Kabid Pendapatan Bakedua Kalsel, Rustam Ajie mengatakan, kedua daerah tersebut menerima dana paling besar lantaran jumlah produksi batubara-nya menjadi yang terbanyak di Kalsel. "Sebenarnya ada faktor lain yang juga mempengaruhi pembagian royalti. Tapi, setiap tahun memang Tanah Bumbu dan Balangan yang paling besar," katanya, beberapa waktu lalu.

Selain Balangan dan Tanah Bumbu, ada enam daerah lain di Kalsel yang juga penghasil tambang. Yakni, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Tabalong dan HSS. Di mana, setiap tahunnya juga menerima ratusan miliar dari pembagian dana bagi hasil bukan pajak.

Untuk diketahui, skema besaran pembagian antara provinsi, kabupaten penghasil, dan kabupaten/kota non penghasil didasarkan pada peraturan menteri keuangan (PMK) dan peraturan pemerintah (PP). Dari 100 persen royalti dan iuran yang diterima dibagi dua dulu: pemerintah pusat sebesar 20 persen dan Kalsel dapat jatah 80 persennya.

Dari 80 persen tersebut dibagi kembali, dengan rincian 16 persen untuk pemerintah provinsi dan 64 persen untuk pemerintah kabupaten dan kota. Serta 64 persen dari pembagian akan dipecah kembali dengan rincian 32 persen untuk masing-masing daerah penghasil dan 32 persen untuk seluruh daerah non penghasil. “Daerah penghasil lebih banyak mendapat royalti. Tapi non penghasil juga menikmati,” ujar Rustam.

Daerah non penghasil tambang yang turut menerima bagian yakni, Banjarmasin, Banjarbaru, Barito Kuala, Hulu Sungai Utara, dan Hulu Sungai Tengah. 

Lalu apakah daerah penghasil batubara akan selamanya berada di zona nyaman? Menurut Rustam, daerah tambang perlu mengembangkan sektor lain untuk mendapatkan pemasukan daerah. Salah satunya ialah pariwisata yang kini terus dikembangkan oleh Pemprov Kalsel. "Sayangnya, saat ini wisata yang banyak menerima retribusi hanya Tahura Sultan Adam," ujarnya.

Lanjutnya, sementara Kabupaten Balangan yang selama ini menerima royalti terbanyak, masih belum punya destinasi wisata unggulan. "Kalau Tanah Bumbu diuntungkan dengan adanya sejumlah destinasi wisata pantai," bebernya.

Walaupun begitu, dia optimis daerah mampu melepas ketergantungan dari sektor pertambangan. Asalkan, semua stakeholder terkait selalu bekerja bersama.

"Melalui komitmen semua stakeholder dan kemauan keras. Serta, dimulai dengan pembenahan infrastruktur, penguatan kompetensi SDM dan edukasi kepada masyarakat sekitar tempat wisata. Insya Allah bisa," bebernya.

Secara terpisah, Kepala Dinas ESDM Kalsel Isharwanto membenarkan jika selama ini produksi batubara terbesar di Kalsel ada di Kabupaten Balangan dan Tanah Bumbu. "Tabalong juga besar produksinya," paparnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X