Tolak Perpecahan, Bersatu Melawan Corona

- Kamis, 26 Maret 2020 | 09:29 WIB
Meylina Borneta Tito, SE, Pekat Indonesia Bersatu, DPD Kota Banjarbaru
Meylina Borneta Tito, SE, Pekat Indonesia Bersatu, DPD Kota Banjarbaru

HAMPIR tak ada yang percaya kalau musuh abadi seperti Israel dan Palestina bisa rukun layaknya saudara. Kecuali ketika penyakit Covid 19 menyinggahi daerah mereka. Kedua seteru yang selama ini terus-terusan berkonflik, memperlihatkan kekompakan ketika memerangi virus yang berasal dari Wuhan, China itu.

-- Oleh: Meylina Borneta Tito, SEPekat Indonesia Bersatu, DPD Kota Banjarbaru--

Israel dan Hamas - kelompok Islam yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina- bergerak bersama untuk memerangi virus corona di Gaza. Israel mengirim ratusan alat tes pekan tadi, sementara Hamas membangun hingga seribu ruang isolasi baru.

Maupun sinyal-sinyal positif antara tiga negara; Korea Selatan, China, dan Jepang yang selama ini bersitegang karena masalah teritorial, historis, diplomatik dan persaingan ekonomi diantara mereka. Demi untuk melawan pandemi, para menteri luar negeri ketiganya mulai bekerja sama. Mereka mengadakan konferensi video pada Jumat (20/3) lalu.

Namun bagaimana dengan negeri tercinta, yang katanya rakyatnya telah dipersatukan oleh Bhinneka Tunggal Ika. Sungguh membuat geleng-geleng kepala. Jika tidak bosan mengikuti perdebatan mereka di dunia maya, kita akan sampai pada kesimpulan, bahwa persatuan, perasaan senasib sepenanggungan, sebagai sesama anak bangsa, yang selama ini dipersatukan justru oleh keberagaman bahasa, suku, ras, dan antaragama di tanah air, hampir tidak berbekas sama sekali. Bahkan oleh mereka yang mengaku berasal dari satu kepercayaan, suku, satu akar bahasa yang sama.

Hanya karena berselisih pilihan politik, berlainan Ormas, berbeda tokoh idola. Sehingga langkah apapun yang diambil kepala negara, kepala daerah, para pemimpin dan pemangku kebijakan di negara ini, kerap salah di mata warganet dan hampir selalu menimbulkan pro kontra.

Penanganan kemanusiaan murni pun sanggup mereka curigai sebagai upaya pencitraan dan politisasi. Dituding cari panggung lah di tengah wabah, mencari muka atas nama penanganan penyakit Covid 19, dan lain-lain. Hingga upaya membenturkan antar pemimpin nasional.

Suka mencela dan menyalahkan. Presiden Jokowi yang dikatakan lamban dalam mengantisipasi masuknya virus corona ke tanah air, maupun Anies Baswedan yang dituding telah memunculkan kecemasan akibat langkah-langkah pencegahan yang dilakukannya. Padahal jika kita mau melihatnya secara objektif, apa yang keduanya lakukan, sama-sama langkah maju untuk mengatasi masalah tersebut.

Termasuk pro kontra antara pendukung lockdown versus sosial distancing yang kemudian berubah lagi menjadi physical distancing. Pendukung sosial/physical distancing mengatakan, lockdown tidak manusiawi dan sama sekali tidak berpihak pada masyarakat.

Terutama yang bekerja di sektor informal. Seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, pedagang keliling, petani peternak, buruh harian, bengkel kecil, tukang semir, tukang jahit sepatu, dan lainnya, yang jika sehari saja tidak keluar mencari nafkah, dapurnya tidak ngebul. Lockdown hanya akan memicu krisis, aksi borong-timbun bahan pangan, dan hanya akan memperparah keadaan.

Sedangkan lawannya (pendukung lockdown) melihat, imbauan untuk melaksanakan sosial/physical distancing tidak diindahkan secara sadar oleh masyarakat. Masih banyak yang bebal dan menganggap remeh penyebaran virus Corona. Tetap berkumpul, beracara dengan mengumpulkan banyak massa, bersalam-salaman, cipika-cipiki tanpa risih dan takut saling menularkan. Sehingga pemberlakuan lockdown secara tegaslah yang paling manjur untuk memutus mata rantai penyebaran virus.

Tidak sedikit nitizen yang kemudian mendadak menjadi spesialis virus, pakar kesehatan, ahli agama, pengamat dan aneka keahlian, bermunculan, mem-posting tulisan-tulisan yang belum tentu semuanya bisa dipertanggungjawabkan, baik secara keilmuan maupun dampak sosial yang bisa ditimbulkan.

Sementara, ketika sedang asyik-asyiknya memainkan jempol di layar gadget, menyerang dan menangkis serangan lawan di dunia maya, virus corona makin jemawa. Daftar ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan) bukannya semakin berkurang.

Satu persatu, pasien yang sebelumnya OPD naik status menjadi PDP, yang PDP jadi positif. Semua kacau. Panik seperti orang yang sedang menunggu eksekusi. Hingga musibah yang tak diinginkan itu telah di depan pintu. Ironisnya, dengan tanpa atau belum melakukan apa-apa, kecuali berkomentar di media sosial.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X