BANJARMASIN - Ditundanya pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja untuk sementara waktu membuat kaum buruh lega. Disambut dengan baik oleh Aliansi Pekerja Buruh Banua.
"Tapi kaum buruh hanya bisa menarik setengah nafas lega,” kata perwakilan dari Aliansi Pekerja Buruh Banua, Yoeyoen Indharto, kemarin (28/4).
Aliansi ini merupakan gabungan dari tiga serikat pekerja yang ada di Kalsel. Seperti Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
Karena yang dituntut Ketua FSPMI Kalsel ini, pembahasan draf Omnibus Law tidak sekadar ditunda, melainkan benar-benar dihentikan. Desakan itu ditujukan kepada pemerintah pusat, DPR, dan DPRD.
Ditegaskannya, draf RUU itu terlampau berpihak pada kepentingan pemodal dan korporat. Sembari di sisi lain menggencet buruh. “Yang kami inginkan, pembahasannya dihentikan, bukan ditunda. Karena sangat merugikan pekerja,” tegasnya.
Selain itu, dia juga mengingatkan tentang darurat PHK, dirumahkan tanpa mendapat upah dan pembayaran penuh THR.
Yoeyoen berharap, pemerintah coba menahan dampak ekonomi dari pandemi terhadap industri. "Lalu, realisasikan bantuan bahan pangan pokok kepada buruh yang di-PHK atau dirumahkan. Lalu jangan lupakan pekerja informal dan warga miskin,” desaknya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kalsel, M Syaripuddin juga mendapat kabar bahwa DPR RI telah menunda pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. “Saya mendapat informasi dari internal partai,” ujarnya.
Kabar ini, harap Dhin, dapat memberikan angin segar kepada kaum buruh yang ada di Banua. “Tapi sampai kapan penundaannya masih belum tahu,” tambahnya. (gmp/fud/ema)