Sudah Banyak Tambang, Kotabaru Belum Juga Kaya

- Sabtu, 9 Mei 2020 | 12:12 WIB
JADI REBUTAN BANYAK PERUSAHAAN: Pemandangan di Pulau Laut, Kotabaru. Banyak perusahaan mengincar potensi kandungan batu bara di pesisir Kalsel ini. | DOK/RADAR BANJARMASIN
JADI REBUTAN BANYAK PERUSAHAAN: Pemandangan di Pulau Laut, Kotabaru. Banyak perusahaan mengincar potensi kandungan batu bara di pesisir Kalsel ini. | DOK/RADAR BANJARMASIN

BANJARBARU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel menyoroti kedatangan pengusaha dari Tiongkok yang menawarkan tambang batubara sistem underground atau bawah tanah di Kotabaru. Walhi meminta, agar pemerintah menolak tawaran tersebut.

"Dari awal kami minta agar pemerintah menghentikan izin tambang. Karena berdasarkan data, wilayah Kalsel 50 persennya sudah dibebani izin tambang dan sawit. Apalagi Kotabaru, sudah 84 persen dikuasai tambang dan sawit," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.

Dibandingkan memikirkan investasi yang berpeluang merusak lingkungan. Menurutnya, lebih baik pemerintah daerah serius menangani dampak pandemi virus corona, demi keselamatan rakyat. "Di saat bencana seperti ini, yang diperlukan adalah pangan dan air bersih. Bukannya membahas tambang. Tidak mungkin 'kan orang makan batubara," ujarnya.

Lalu bagaimana dengan janji pengusaha yang menyebut bahwa tambang bisa membuat Kotabaru jadi kaya? Pria yang akrab disapa Cak Kis ini menyebut bahwa hal itu omong kosong. "Kotabaru selama ini kurang apa. Dari laut ke daratan, sampai gunung ada perusahaan. Mulai dari tambang batubara, bijih besi sampai bahan baku semen. Tapi, belum juga kaya," bebernya.

Bahkan, dia mengungkapkan, berdasarkan data dari Fakultas Kedokteran ULM, Kotabaru menjadi daerah dengan kasus stunting atau gizi buruk tertinggi di Kalsel. "Ini jadi pertanyaan, ada apa dengan Kotabaru? Punya banyak perusahaan tambang dan sawit, justru rakyatnya banyak yang kekurangan gizi," ungkapnya.

Maka dari itu, Kis meminta agar pemerintah daerah me-review semua perizinan tambang dan sawit. Serta, tidak mengeluarkan izin baru. "Review juga tata ruang yang saat ini banyak dibebani perusahaan tambang dan sawit," pintanya.

Meskipun itu underground mining atau tambang bawah tanah, menurutnya semua sistem tambang berisiko merusak alam. "Contohnya saja tambang bawah tanah di Rantau Bakula, Kabupaten Banjar. Membuat lahan persawahan sekitar tambang menjadi retak," paparnya.

Dia menyarankan, pemerintah daerah tidak memberikan angin segar atau lampu hijau untuk perusahaan yang rakus dan merusak ruang hidup masyarakat. "Evaluasi kebijakan dan program. Jangan selalu mendatangkan investasi yang mrusak," sarannya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana menyampaikan, sebelum wilayah ditentukan layak atau tidaknya ditambang dari aspek lingkungan. Harus ada kajian yang dilakukan.

"Perlu ada telaah dan dilihat bagaimana ekonomi dan tata ruang di sana. Juga daya dukung dan daya tampung (DDDT). Setelah itu dikaji dengan beberapa bahan terkait, baru bisa ditentukan layak atau tidak," jelasnya.

Sebelumnya, PT Qinfa Mining Industri berencana membuka tambang baru di Kotabaru. Mereka sudah datang dan beraudiensi dengan pemerintah Kotabaru untuk mendapatkan saran dari pemerintah terkait tata ruang wilayah.

Pemkab sendiri memberi angin atas rencana investasi ini. Di hari itu juga, Sekda Said Akhmad memastikan rekomendasi bisa keluar secepatnya. "Bisa selesai hari ini juga advice planning-nya," ucap Sekda Said Akhmad (ris/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X