Krisis Ekonomi Covid-19, Nasib Pers Indonesia juga Wajib Diperhatikan

- Jumat, 15 Mei 2020 | 11:29 WIB
Suasana konferensi pers soal Covid-19 di Gedung BNPB, Jakarta, Sabtu, 14 Maret 2020. | Foto: BNPB
Suasana konferensi pers soal Covid-19 di Gedung BNPB, Jakarta, Sabtu, 14 Maret 2020. | Foto: BNPB

BANJARBARU – Dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh wabah virus corona atau Covid-19 benar-benar tak pandang bulu. Sebab, kondisi ini juga menimpa sejumlah perusahaan pers nasional. Di mana, banyak dari perusahaan media berada di ujung tanduk dan kesulitan menunaikan kewajibannya pada karyawan. Insan pers pun meminta agar pemerintah turun tangan.

Dalam konferensi pers yang digelar Dewan Pers bersama sejumlah organisasi wartawan dan asosiasi pers melalui aplikasi zoom, kemarin (14/5). Insan pers menyatakan memulai gerakan kampanye bersama untuk memperjuangkan insentif ekonomi, guna menopang daya hidup pers dalam situasi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Agus Sudibyo saat membuka konferensi pers mengatakan, insentif ekonomi untuk perusahaan sudah sangat penting dan mendesak. Oleh karena itu, menurutnya perlu ada upaya bersama untuk merespons hal itu.

"Kementerian Keuangan memang sudah mengeluarkan paket ekonomi, termasuk insentif untuk perusahaan media. Tapi, itu baru membantu sedikit. Belum membantu daya dukung yang memadai untuk survival perusahaan media nasional," katanya.

Sementara itu, Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Januar P Ruswita menyampaikan, ada tujuh butir insentif yang menjadi aspirasi insan pers untuk menyelamatkan daya hidup perusahaan media nasional yang sedang menghadapi krisis ekonomi serius akibat pandemi Covid-19. "Aspirasi ini kami ajukan sebatas dalam konteks periode pandemi Covid-19," ucapnya.

Dirincikannya, butir pertama dalam aspirasi tersebut ialah mendorong negara untuk tetap mengalokasikan dana sosialisasi kebijakan, program atau kampanye penanggulangan Covid-19. Baik di tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers. "Walaupun banyak anggaran, mulai dari APBD dan APBN untuk Covid-19 tapi kami minta ada juga untuk pers," bebernya.

Lalu yang kedua, dia menyebut insan pers mendorong negara untuk memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan media cetak sebesar 20 persen dari harga per kilogram komoditas tersebut. "Jika ini dilakukan, tentunya bisa memangkas sekira 55 persen biaya produksi perusahaan pers cetak saat ini. Sehingga kita berharap negara memberi subsidi, apalagi di tengah kenaikan dolar sekarang yang membuat harga kertas terus naik dan memberatkan semua," ucap Januar.

Butir ketiga, dia menuturkan, pers mendorong negara untuk memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan media sebesar 30 persen dari tagihan ler bulan pada periode Mei sampai Desember 2020. "Kenapa sampai Desember? Karena kami memprediksi, Juli sampai Agustus masih puncak pandemi," tuturnya.

Sementara butir keempat, negara diminta memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui bank BUMN untuk perusahaan pers. "Karena kita tahu banyak teman-teman di media yang sudah kesulitan menggaji karyawan sehingga perlu stimulus dari perbankan," ucap dia.

Lanjutnya, dalam butir aspirasi yang kelima negara diminta menangguhkan kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan selama masa pandemi. Tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh karyawan. "Sedangkan butir keenam, mendorong pemerintah menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Kesehatan selama pandemi," ujarnya.

Di sisi lain, butir ke tujuh negara didorong untuk memaksimalkan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia seperti Google, Facebook, YouTube, Twitter, Instagram, dan lain-lain.

"Komponen atau hasil pemungutan pajak ini penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan setara, serta layak dialokasikan untuk mengembangkan dan menyelamatkan institusi jurnalisme di negeri ini," kata Januar.

Sementara itu, anggota Dewan Pers Arif Zulkifli menyebut stimulan yang diajukan bukan sekadar untuk kepentingan perusahaan pers. Menurutnya lebih dari itu, karena sehatnya perusahaan pers akan berimbas pada produk jurnalistik yang diterima oleh publik.

"Apalagi di tengah pandemi ini informasi harus tetap disampaikan untuk meluruskan kesimpangsiuran dan disinformasi yang sering terjadi. Tanpa informasi yang kredibel dan teruji, serta proses verifikasi yang kuat, publik tidak akan punya informasi yang akurat dan tolok ukur yang tepat," ucap dia.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Perkuat Kerja Sama dengan SRC

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:49 WIB

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB
X