Sudah 3 Kali PSBB, Kenapa Covid-19 Banjarmasin Semakin Banyak?

- Rabu, 10 Juni 2020 | 15:18 WIB
UJI SWAB: Warga menjalani tes lanjutan yang digelar oleh Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, kemarin (9/6). Kasus Covid-19 di Banjarmasin paling tinggi dibanding 13 kabupaten kota lain. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
UJI SWAB: Warga menjalani tes lanjutan yang digelar oleh Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, kemarin (9/6). Kasus Covid-19 di Banjarmasin paling tinggi dibanding 13 kabupaten kota lain. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Angka kasus Covid-19 di Banjarmasin menjadi yang tertinggi di Kalsel. Dari 1.438 kasus yang terjadi di 13 kabupaten dan kota, sebanyak 729 kasus ditemukan di Banjarmasin.

----
Pemko Banjarmasin sendiri menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tiga kali untuk membatasi penambahan penularan, namun angka kasus seperti susah direm.

Dari data Gugus Tugas Covid-19 Banjarmasin, per Senin (8/6) tadi, Kelurahan Pekapuran Raya menjadi daerah tertinggi penularan. Jumlahnya sebanyak 56 kasus. Untuk diketahui, dari 52 kelurahan yang ada di Banjarmasin, semuanya sudah berstatus zona merah.

Selain Pekapuran Raya, kasus tinggi juga terdapat di Kelurahan Pemurus Baru. Jumlahnya sebanyak 32 kasus. Menariknya, kawasan padat di Kelurahan Gadang Banjarmasin Tengah tak begitu signifikan. Hanya tiga kasus ditemukan di sana..

Penularan begitu massif dipasar-pasar. Rapid test massal di Sentra Antasari dan lima pasar di Banjarmasin menjaring ratusan orang yang terindikasi Covid-19.

Juru bicara Gugus Tugas P2 COVID-19 Kota Banjarmasin, Machli Riyadi mengatakan, faktor utama penyebabnya yakni karena giat tracing yang dilakukan oleh 26 Puskesmas di Banjarmasin. Disusul dengan swab massal yang dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan setempat.

Ya, Dinas Kesehatan setempat bahkan sudah menjadwalkan test swab massal sebanyak tiga kali dalam sepekan. Yakni, pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.

Selain bertujuan untuk melindungi mereka yang belum terpapar virus, juga mengetahui sejauh mana orang-orang yang terpapar di Kota Banjarmasin.

Namun, apakah itu yang sungguh menjadi faktor utama? Belum. Ada faktor lainnya.

"Lamanya waktu tunggu hasil pemeriksaan PCR juga berpengaruh. Termasuk, perihal Ketaatan ODP, OTG dan Case Confirmed (CC) untuk mengikuti protokol kesehatan dalam hal Karantina kesehatan secara mandiri," ucapnya, ketika dikonfirmasi Radar Banjarmasin kemarin (9/6).

Kota Banjarmasin, sendiri pernah dua kali mendapatkan angka lonjakan kasus terkonfirmasi yang cukup signifikan. Yakni, pada tanggal 28 Mei lalu sebanyak 117 kasus. Disusul pada 4 Juni sebanyak 103 kasus.

Kini, alih-alih melandai, grafiknya angkanya kian meningkat. Lebih-lebih bila menilik angka kematian yang hingga kemarin berjumlah 84 orang.

Terkait hal ini, Machli mengaku turut prihatin. Dia menilai, faktor pendukung meninggalnya pasien sendiri lebih banyak akibat faktor penyakit penyerta hingga terlambat dirujuk ke Rumah Sakit (RS).

"Kemudian, ada pula karena mengabaikan keluhan awal. Dalam hal ini, si pasien berasal dari para OTG. Maka dari itu, selain berupaya terus melakukan pencegahan berikit penanganan, kami juga terus mengimbau warga untuk disiplin hidup sehat (DHS). Seperti misalnya, dengan selalu menggunakan masker," tuntasnya. (mof/war/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X