Jukung tambangan merupakan perahu tradisional suku Banjar yang telah digunakan sebagai alat transportasi sejak abad ke-18. Saat ini keberadaannya sudah langka. Beruntung, PLN UIW Kalselteng menghadirkan kembali perahu kuno ini dan menghadiahkannya kepada Pemko Banjarmasin.
---------------------------------------
Matahari sudah naik dan cahanya mulai menerobos awan di hamparan langit yang biru. Cuaca cukup cerah. Meskipun sudah terasa sedikit panas, angin yang bertiup sepoi-sepoi dari arah sungai Martapura cukup membawa kesejukan. Hari yang pas untuk menyusuri kota seribu sungai menggunakan jukung tambangan.
Pagi itu, jukung tambangan sudah diparkir di siring 0 Km, tepat di seberang kantor Walikota Banjarmasin. Di bagian depan jukung digantung akrilik bertuliskan PLN Peduli dengan logo bunga teratai. Jukung tambangan itu merupakan bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (PLN UIW Kalselteng).
Jukung tambangan merupakan perahu tradisional suku Banjar yang telah digunakan sebagai alat transportasi sejak tahun 1700-an. Terbuat dari kayu ulin dan berukir daun jaruju melayap, jukung ini menjadi “emblem” orang-orang suku Banjar. Beratap sirap, atau papan-papan tipis kayu ulin yang disusun untuk melindungi penumpang dari panas dan hujan, menjadi daya tarik tersendiri bagi perahu tradisional ini.
Selain desain yang unik, kita juga akan dibuat takjub dengan cara pembuatan jukung tambangan ini. Diperlukan keahlian khusus untuk membuat lunas atau bagian dasar perahu yang dibuat tanpa perahu lesung. Orang banjar menyebutnya lunas mambuah balimbing.
Dinding perahu terdiri dari susunan papan-papan kayu ulin yang disusun tara (carvel built). Agar lembar demi lembar papan kayu ulin dapat menyatu membentuk perahu digunakan pasak kayu alih-alih pasak besi. Pasak kayu ulin diyakini oleh orang Banjar lebih kuat dibandingkan pasak besi. Masyarakat suku Banjar boleh berbangga, karena keahlian pembuatan jukung ini hanya dimiliki oleh ahli perahu dari suku mereka.
Bantuan CSR jukung tambangan dari PLN UIW Kalselteng berawal dari adanya keprihatinan atas punahnya jukung tambangan di Banjarmasin. Meskipun jukung tambangan sudah ditemukan dan digunakan sejak dahulu kala, perahu ini mulai tidak terlihat lagi digunakan oleh masyarakat di Banjarmasin sejak tahun 1950-an. Di tahun-tahun setelahnya, masyarakat lebih sering menggunakan jukung yang sudah lebih modern dan bahkan dimodifikasi menggunakan mesin.
“Kota Banjarmasin memiliki keindahan tersendiri dengan wisata sungai sebagai unggulannya dan memiliki potensi yang baik ke depannya untuk dikembangkan. Bantuan ini merupakan upaya PLN untuk berperan serta dalam mengembangkan pariwisata lokal,” ujar Rastito saat diwawancarai pada acara Penyerahan bantuan CSR PLN UIW Kalselteng dan Peresmian Community-based Tourism Banjarmasin, Kamis (11/6) di Aula Barenlitbangda Kota Banjarmasin.
Masalahnya apakah perahu ini bisa dilestarikan? Mengingat selama ini pemeliharaan selalu menjadi masalah besar bagi perahu-perahu wisata.
Untuk itu, PLN mempercayakan kepada Patriot Pariwisata Kota Banjarmasin. Ini merupakan sebuah lembaga di bawah pembinaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin. Mereka yang nantinya akan bertugas untuk menjaga Jukung Tambangan bantuan CSR PLN UIW Kalselteng ini.
“Kami mempercayakan bantuan ini kepada Patriot Pariwisata Kota Banjarmasin untuk selanjutnya dikelola menjadi paket wisata yang bisa ditawarkan kepada wisatawan domestik maupun mancanegara. Harapan kami, dengan adanya bantuan ini masyarakat khususnya dari luar dapat mengenal budaya Banjar, sehingga budaya ini dapat tetap lestari,” ujarnya.
Jika dahulu jukung tambangan digunakan oleh para bangsawan, saudagar dan orang kaya, kini seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan sensasi menaiki perahu yang sarat nilai budaya ini,” ujar Rastito sambil tersenyum berkelakar.
Bantuan secara simbolis diserahkan oleh Rastito, kepada Leader Patriot Pariwisata Kota Banjarmasin Andri Sanitra dengan disaksikan oleh Walikota Banjarmasin Ibnu Sina. Dalam sambutannya saat meresmikan Program Community-Based Tourism Banjarmasin, Ibnu mengapresiasi langkah PLN untuk turut serta mengembangkan pariwisata kota Banjarmasin.
“Kami berterima kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada PLN UIW Kalselteng atas kepeduliannya terhadap pariwisata Kota Banjarmasin. Bantuan ini sangat berarti bagi kami karena membawa spirit optimisme agar kondisi pariwisata di Banjarmasin cepat pulih. Mudah-mudahan geliat pariwisata kota sungai dapat segera kembali,” ujar Ibnu.
Ibnu juga menyampaikan kerinduannya melihat ramainya siring saat sore hari maupun saat akhir pekan yang dipadati acil-acil yang berjualan, paman kelotok dan tentunya wisatawan. Dia mengatakan bahwa dengan adanya kondisi pandemi Covid-19 ini, acil-acil pasar terapung tidak bisa berjualan dan paman kelotok tidak dapat beroperasi.
“Bantuan CSR yang diberikan PLN ini seperti oase di tengah padang pasir. Meskipun sesuai arahan Pemerintah akhir bulan baru bisa dilakukan kegiatan outdoor, kami berharap ini tidak menyurutkan langkah teman-teman semua,” ujar Ibnu.
Para hadirin sendiri sudah tak sabar ingin mencoba sensasi menyusuri sungai dengan Jukung tambangan. Meskipun matahari mulai terik tidak menyurutkan semangat Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, dan Senior Manager Keuangan PLN UIW Kalselteng Rastito.
MESIN perahu dinyalakan oleh paman jukung (sebutan untuk pengemudi perahu). Suara mesin terdengar lantang dan bau bahan bakar menguar. Jukung siap ditumpangi untuk berkeliling menyusuri kota seribu sungai. Mulai dari Rumah Anno Pasar Terapung Siring, Patung Bekantan, Berbagai Kampung Wisata Banjarmasin, Museum Wasaka, bahkan hingga Kubah Basirih siap dijelajahi jukung tambangan ini.
Jukung tambangan ini juga bisa dijajal oleh warga. Leader Patriot Pariwisata Kota Banjarmasin Andri Sanitra menjelaskan bahwa pengunjung dan wisatawan nantinya dapat memilih paket wisata menyusuri sungai dan berbagai tempat wisata di Banjarmasin menggunakan jukung tambangan.
“Paket wisata yang kami sediakan terdiri dari beberapa rute. Dengan adanya pilihan rute, hal ini akan mempermudah pengunjung untuk memilih tujuan wisata sesuai waktu yang dimiliki oleh mereka. Selain itu, pengunjung juga akan mendapat fasilitas tour guide yang akan menjelaskan berbagai tempat wisata yang dilewati,” ujar Andri.
Pengunjung juga tidak perlu khawatir akan keselamatan selama perjalanan menyusuri sungai karena pihaknya menyediakan life jacket atau rompi keselamatan untuk penumpang jukung tambangan. Andri kemudian mengambil topi caping berukuran sedang yang dicat warna-warni bermotif sasirangan. Topi itu disebut dengan topi tanggui atau topi tradisional khas Banjar. Terbuat dari daun nipah, tanggui biasa digunakan untuk menghindari panas terik matahari atau hujan oleh masyarakat suku Banjar saat menaiki jukung.
“Kami juga menyediakan topi tanggui atau untuk dipakai oleh pengunjung selama mengikuti tur wisata agar lebih merasakan menjadi urang Banjar (orang Banjar). Saat mengikuti tur wisata, pengunjung juga bisa singgah di Patung Bekantan dan berfoto di photoboot Rumah Adat Banjar,” ujar Andri menambahkan.
Photobooth Rumah Adat Banjar yang dimaksud Andri tersebut terletak di Taman Patung Bekantan. Berbentuk Rumah Adat Banjar Bubungan Tinggi semi tiga dimensi, namun ukurannya lebih kecil dari aslinya. Rumah Adat Banjar Bubungan Tinggi merupakan rumah adat tradisional adat Banjar yang sekaligus menjadi maskot khas provinsi Kalimantan Selatan. Di samping photobooth, pengunjung dapat membaca filosofi ornamen-ornamen yang digunakan dalam pembangunan Rumah Adat Banjar Bubungan Tinggi.
Tidak hanya jukung tambangan dan photobooth Rumah Adat Bubungan Tinggi, melalui Program Community-Based Tourism Banjarmasin PLN UIW Kalselteng juga memberikan bantuan CSR berupa baju adat banjar. Baju-baju adat Banjar berbagai warna dan ukuran tersebut berderet digantung dan dipamerkan dalam acara penyerahan bantuan CSR sekaligus peresmian Program Coomunity-based Tourism Banjarmasin. Tidak hanya ukuran dewasa, baju adat juga diberikan dalam ukuran anak-anak. Andri menunjukkan deretan baju adat banjar tersebut terdiri dari baju Nanang Galuh, baju Lenggang Banua dan baju Melayu.
“Baju-baju ini nantinya akan disewakan kepada pengunjung dan wisatawan yang berminat untuk foto-foto merasakan menjadi urang Banjar. Kami menyediakan baju ukuran anak-anak untuk mengantisipasi pengungjung yang datang bersama keluarga dan mengajak anak-anak mereka. Jadi mereka bisa berfoto bersama sekeluarga mengenakan baju adat Banjar,” ujar Andri sambil mengambil baju Nanang Galuh versi mini berwarna merah muda dan menunjukkannya.
Sambil menggantung kembali baju itu ke rak, Andri mengatakan bahwa dengan adanya bantuan dari PLN ini, dia berharap dapat mengenalkan kembali jukung tambangan khas Kalimantan Selatan, khususnya dari Banjarmasin dan mengangkat kembali sejarah jukung Banjar.
“Sudah lama sekali jukung tambangan hilang dan tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banjar. Kami ingin mengangkat pariwisata untuk mengingatkan dan mengenal lagi sejarah. Agar generasi saat ini tidak hanya mengetahui jukung versi modern dan jukung kelotok saja,” ujar laki-laki perpawakan tinggi ini.
Bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi menyusuri indahnya kota Banjarmasin melalui wisata sungai jukung tambangan, mereka dapat memesan paket wisata melalui instagram @kotabanjarmasin dan memilih tur yang diinginkan. (mat/ran/ema)