Menjadi Keluarga Beragama, Berbudaya dan Produktif

- Selasa, 30 Juni 2020 | 11:20 WIB
Muhammad Syamsuri, M.Pd, Guru SMAN 2 Kintap
Muhammad Syamsuri, M.Pd, Guru SMAN 2 Kintap

Perayaan peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tahun 2020 yang seyogyanya dilaksanakan setiap tanggal 29 Juni, tetapi dengan pertimbangan masih mewabahnya Covid-19 akhirnya dibatalkan. Meski begitu, hal tersebut tidak serta merta membuat peran keluarga seolah diabaikan. Keluarga tetap memiliki peran penting dalam menyukseskan program pemerintah, khususnya terkait pandemi Covid-19.

===========================
Oleh: Muhammad Syamsuri, M.Pd
Guru SMAN 2 Kintap
===========================

Fokus penanganan virus corona yang masih berkutat seputar penerapan protokol kesehatan di berbagai bidang, belum menampakkan hasil maksimal. Meski bukan berarti kegagalan, tetapi hal tersebut menandakan perlu adanya solusi lebih konkrit, yang menyentuh elemen dasar permasalahan, keluarga.

Keluarga menjadi alternatif solusi penanganan Covid-19, mengingat dengan pendidikan keluarga yang baik, maka setiap anggota keluarga berpeluang menjadi agen pemutus penyebaran virus.

Seandainya perayaan Harganas tidak dibatalkan, tema yang diangkat tahun ini tentu menjadi sangat menarik, karena mengangkat tiga tema sekaligus, yaitu keluarga beragama, keluarga berbudaya, dan keluarga produktif.

Jika dipandang dari perspektif Islam, hal ini dapat dimaknai bahwa keluarga harus memiliki minimal 4 (empat) tujuan yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadist. Pertama, memelihara keluarga dari api neraka, sebagaimana tercantum dalam QS. At Tahrim ayat 6 yang isinya Allah SWT memerintahkan untuk memelihara diri dan keluarga dari api neraka. Memelihara diri maksudnya ditujukan kepada orang tua khususnya ayah sebagai pemimpin terhadap anggota keluarganya. Ayah dituntut untuk menjaga dirinya terlebih dahulu kemudian baru keluarganya.

Kedua, beribadah kepada Allah SWT, seperti tercantum dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56, yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Terkait dengan tujuan pendidikan keluarga, orang tua hendaknya sejak dini menanamkan keimanan dan ketaatan, agar dimana saja anggota keluarga berada selalu merasa diawasi oleh Allah, sehingga ketaatan yang dilakukan atas kesadaran pribadi.

Ketiga membentuk akhlak mulia, sebagaimana tercantum dalam QS. Luqman ayat 12-19, yang inti isinya hendaklah menjadi manusia yang selalu bersyukur, tidak mempersekutukan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, mendirikan shalat, tidak sombong, sederhana dalam berjalan, dan melunakkan suara.
Keempat membentuk anak yang kuat secara individu, sosial, dan profesional, seperti tercantum dalam QS. An-Nisa’ ayat 9 yang isi intinya janganlah orangtua meninggalkan anak yang lemah dan hidup kurang sejahtera.

Tidak lemah artinya keluarga harus mampu mencetak anak yang kuat secara individu, yakni memiliki kompetensi berhubungan dengan kognitif, afektif, dan psikomotrik. Kuat secara sosial berarti mampu berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Kuat secara profesional berarti mampu hidup mandiri dengan mengembangkan keahlian yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, keluarga juga jangan sampai meninggalkan anak dalam kondisi kurang sejahtera, karena kefakiran mendekatkan kepada kekufuran dan kekafiran.

Sebagaimana diketahui, orang tua dalam sebuah keluarga merupakan guru pertama bagi anak. Karena anak pertama lahir, tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga. Meski orang tua tidak mengajarkan berbagai disiplin ilmu formal, tetapi merekalah yang mengajarkan nilai dan karakter baik kepada anak melalui tradisi atau kebiasaan baik (budaya), dan suri tauladan.

Beberapa budaya yang seharusnya diajarkan kepada anak antara lain, budaya antre, mengalah, disiplin, dan hemat. Budaya antre penting, mengingat dengan terbiasanya anak untuk antre, maka nantinya juga akan terbiasa untuk tidak melanggar hak orang lain. Bahkan untuk negara maju, antri sudah menjadi sebuah kebutuhan, bukan tuntutan.

Budaya mengalah, hal ini penting untuk mencegah timbulnya konflik dan lebih mengutamakan penyelesaian masalah secara arif dan bijaksana. Budaya hemat penting ditanamkan, bukan mendidik anak menjadi pelit, tetapi lebih kepada dapat mengatur keuangan sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan. Budaya disiplin juga penting, agar anak nantinya terbiasa dalam menaati peraturan dan tata tertib yang berlaku, baik di sekolah maupun masyarakat.

Tema ini penting, karena dengan tetap produktif, maka keluarga akan mampu mempertahankan eksistensinya. Dijelaskan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), bahwa pemerintah saat ini memiliki 4 (empat) program untuk membangun keluarga produktif. Yaitu simpanan keluarga sejahtera, berupa bantuan tunai melalui pembukaan rekening simpanan bagi masyarakat kurang mampu. Penciptaan kegiatan produktif, yaitu dengan pembentukan kelompok usaha untuk menjalankan kegiatan produktif. Program Indonesia pintar, berupa pemberian dana tunai bagi anak sekolah dari keluarga kurang mampu. Program Indonesia sehat, melalui pemberian jaminan kesehatan melalui BPJS kesehatan bagi masyarakat kurang mampu.

Dengan keempat program tersebut, diharapkan tumbuh keluarga produktif. Hal ini sebagai langkah menyambut bonus demografi, karena jika kualitas penduduk Indonesia tidak disiapkan dengan baik, maka bonus demografi akan terlewatkan dengan sia-sia.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X