Polemik Pelayanan Rumah Sakit di Tengah Pagebluk; Dongkol Surat Pernyataan

- Rabu, 1 Juli 2020 | 11:28 WIB
ILUSTRASI: KOKO/RADAR BANJARMASIN
ILUSTRASI: KOKO/RADAR BANJARMASIN

Tidak mudah mendapatkan perawatan di rumah sakit di masa pagebluk. Pasien yang ingin opname mau tidak mau harus menandatangani surat pernyataan bahwa akan ditangani sesuai standar protokol Covid-19.

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin --

Kisah ini bermula pada bulan Ramadan tadi. Menimpa keluarga MS (35) warga Banjarmasin Timur. MS ditinggal sang paman yang wafat. Akibat tidak mendapatkan penanganan medis yang selayaknya di sebuah Rumah Sakit (RS).

Alasannya sederhana. Keluarga MS menolak menandatangani surat pernyataan yang disodorkan oleh pihak rumah sakit. Supaya sang paman ditangani dengan protokol Covid-19. "Perawat meminta membaca benar-benar isi surat pernyataan. Tepat di poin ketiga, isinya ternyata jika meninggal maka akan diterapkan protokol Covid-19," beber MS, kepada Radar Banjarmasin, kemarin (30/9) siang.

Disodori surat pernyataan itu, keluarga MS jelas menolak. Hal itu bukan tanpa alasan. MS menilai keluhan yang dialami sang paman adalah diabetes dan komplikasi. Bukan Covid-19. "Karena berkali-kali menjalani rapid test, hasilnya non reaktif," beber MS.

Dengan perasaan dongkol, keluarga MS pun batal memasukkan sang paman ke RS. Berselang beberapa waktu, sang paman pun wafat. Tepatnya pada Minggu (28/6) tadi. Di usia 60 tahun. "Saya khawatir jika penanganan RS berlebihan seperti itu, masyarakat akan segan untuk datang," tambah MS.

Cerita di atas juga dialami oleh LH (48). Warga asal Kapuas, Kalimantan Tengah. Hingga kemarin (30/6), sudah sembilan hari dirinya menunggu sang istri yang terbaring lemah di sebuah RS di Banjarmasin.

LH juga diminta menandatangani surat pernyataan yang disodorkan oleh pihak RS. Bedanya, bila keluarga MS masih dapat membaca seluruh isi surat dengan jelas, hal itu tidak berlaku terhadap LH.

"Saya hanya dijelaskan isi surat itu, kemudian disuruh tandatangan. Istri saya stroke dan ada tekanan darah tinggi. Saya ingin istri saya sembuh, jadi langsung tandatangan saja. Kalau tidak, ya tidak bisa diopname," bebernya, ketika ditemui di kawasan RS yang merawat istrinya.

LH mengakui dalam surat pernyataan, pihak RS yang menangani istrinya juga menyebutkan bahwa apabila si pasien meninggal maka penanganan dilakukan sesuai dengan protokol Covid-19. "Memang sebelum mengantar istri opname di sini, istri saya sempat menjalani rapid test. Hasilnya reaktif. Tapi, istri saya tidak menunjukkan gejala lain yang mengarah pada Covid-19," tuturnya.

Seusai tandatangan, LH menuturkan bahwa istrinya langsung diterima di RS. LH pun diizinkan menunggui istrinya. Mulanya, hanya dia sendirian. Namun melihat kondisi yang ternyata cukup sulit apabila hanya sendirian, dia meminta bantuan iparnya.

"Jadi saya berdua dengan ipar saya yang menunggu di ruang perwatan istri saya. Sampai sekarang tidak ada gejala panas, batuk, dan lain sebagainya. Meskipun saat dilakukan pemeriksaan terhadap istri saya sebelumnya, diketahui bahwa ada muncul flek di bagian dada," terangnya.

Surat pernyataan yang disodorkan oleh pihak RS sontak menuai polemik. Di satu sisi, pasien yang penyakitnya bukan mengarah pada Covid-19 tentu juga perlu mendapatkan perawatan. Namun, ketika ada surat pernyataan yang mengharuskan pasien bersedia ditangani dengan cara demikian, tentu cukup membingungkan.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Machli Riyadi angkat bicara terkait hal tersebut. Menurutnya, prosedur operasional standar rumah sakit terkait penanganan Covid-19 sudah sangat jelas. "Pasien yang terindikasi gejala Covid-19 ditangani sesuai dengan protokol. Sementara pasien non Covid-19 mendapatkan penanganan sesuai penyakit yang diderita," bebernya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X