7 Perusahaan Belum Setor Jamrek

- Kamis, 2 Juli 2020 | 13:36 WIB
PENAMBANG NAKAL: Alat berat yang disita dari tambang ilegal di Piani, Rantau. | DOK/RADAR BANJARMASIN
PENAMBANG NAKAL: Alat berat yang disita dari tambang ilegal di Piani, Rantau. | DOK/RADAR BANJARMASIN

BANJARBARU - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga kini masih berupaya menagih dana jaminan reklamasi (jamrek) ke sejumlah perusahaan tambang batubara. Sebab, hingga kemarin (30/6) masih ada tujuh perusahaan yang belum menyetor.

Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) pada Dinas ESDM Kalsel, Gunawan Harjito mengatakan, tujuh perusahaan tersebut diketahui belum menyetorkan dana jamrek setelah BPK RI melakukan pemeriksaan pada 2019 lalu.

"Temuan BPK awalnya ada 52 perusahaan yang belum menyetor (dana jamrek). Setelah kami tagih, sudah ada 45 yang menyetor. Jadi, sekarang sisa tujuh perusahaan yang belum," katanya kepada Radar Banjarmasin, kemarin.

Dia mengungkapkan, dari 45 perusahaan itu pihaknya berhasil mengumpulkan dana jamrek sekitar Rp133 miliar. Sedangkan sisa yang belum disetor oleh tujuh perusahaan lainnya, sebesar Rp12 miliar lebih. "Kalau ditotal dari 52 perusahaan ini, kita bisa mengumpulkan sekitar Rp145 miliar," ungkapnya.

Pihaknya sendiri terus berupaya menagih dana jamrek dari tujuh perusahaan yang belum menyetor. Sebab, menurutnya hal itu sudah menjadi kewajiban perusahaan. "Semua perusahaan sebelum menambang harus setor jaminan dulu," ujar Gunawan.

Dia menuturkan, ada beragam alasan yang diutarakan perusahaan sehingga belum bisa menyetor dana jamrek. Mulai dari, merasa belum melakukan kegiatan penambangan, lokasi izinnya berada di kawasan hutan dan belum punya jalan untuk mengangkut hasil produksi. "Tapi, apapun alasannya kewajiban harus dipenuhi," tuturnya.

Disinggung sudah berapa dana jamrek yang terkumpul saat ini, Gunawan menyampaikan, hingga April 2020 sudah ada sekitar Rp553 miliar lebih dana jamrek yang mereka terima. "Dana kami terima dari ratusan IUP operasi produksi batubara yang sudah melakukan kegiatan produksi," ucapnya.

Lalu bagaimana dengan kabar sektor pertambangan di tengah pandemi Covid-19? Gunawan menyatakan, sejak Januari sejumlah perusahaan mulai lesu. "Karena Covid menyebabkan Harga Batubara Acuan (HBA) terus menurun," katanya.

Dia menjabarkan, HBA yang dipatok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada bulan Juni ini cuma USD52,98 per ton. Padahal, Mei lalu masih USD61,11 per ton. "Permintaan batubara juga terus berkurang dalam beberapa bulan terakhir," ujarnya.

Sementara itu, Kasi Penataan dan Pengembangan Wilayah pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalsel, M Iswahyudi mengatakan, melesunya bisnis batubara di Kalsel sebenarnya sudah terjadi sejak 2019.

"Selama 2018 produksi batubara kita mencapai 76 juta ton. Tapi, pada 2019 melesu hanya di angka 69 juta ton," katanya.

Melesunya industri batubara sendiri menurutnya memang dikarenakan anjloknya HBA. "Pada 2019 HBA turun sampai USD64,80 per ton di bulan Oktober. Padahal di tahun 2018, HBA naik sampai USD107,83 pada bulan Agustus," ujarnya.

Lanjutnya, HBA sendiri ditetapkan berdasarkan pasar dunia. Ketika para negara pengimpor merasa harga batubara turun, maka Kementerian ESDM pun turut menurunkan HBA. "Kalau kita paksa dengan harga mahal, maka batubara kita bisa tidak laku," pungkasnya. (ris/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB
X