Tata Niaga Ayam Broiler dan Telur Ayam Ras di Kalsel

- Senin, 6 Juli 2020 | 10:10 WIB
Dr Ika Sumantri, M.Sc., Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
Dr Ika Sumantri, M.Sc., Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat

Usaha peternakan unggas meliputi sektor hulu, budidaya, dan hilir. Dari ketiga sektor ini, usaha budidaya merupakan sektor yang paling rentan. Karena harus menanggung risiko usaha yang besar dengan nilai keuntungan yang kecil. Sedangkan kegiatan usaha di sektor hulu, seperti penyediaan sarana produksi, dan sektor hilir, seperti pengolahan dan pemasaran hasil yang dilakukan oleh usaha dengan skala besar selalu menikmati keuntungan dan lebih rendah risikonya.

=======================
Oleh: Dr Ika Sumantri, M.Sc.
Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
=======================

Kalimantan Selatan merupakan provinsi dengan produksi daging (broiler) dan telur ayam ras melebihi kebutuhan dalam provinsi. Pada tahun 2018 produksi daging broiler tercatat 83 ribu ton dengan konsumsi 54 ribu ton, sedangkan produksi telur ayam ras 85 ribu ton dengan konsumsi 82 ribu ton (Disbunnak Kalsel, 2019).

Sehingga kelebihan produksi ini harus dipasarkan ke provinsi lain yang masih mengalami defisit produksi, yaitu Kalteng dan Kaltim. Tingginya produksi broiler dan telur ayam ras di Kalsel dikarenakan tersedianya sumber daya peternakan yang cukup di provinsi ini, baik sumber daya manusia maupun sarana produksi seperti pakan, perbibitan, penetasan hingga fasilitas kandang budidaya dalam skala besar.

Namun disayangkan, kapasitas industri perunggasan di Kalsel yang tinggi ini dirasakan belum dapat memberikan manfaat dan keuntungan yang cukup bagi peternak sektor budidaya. Kapasitas produksi ayam broiler yang besar, dilihat dari kapasitas penetasan dan kapasitas kandang budidaya, dapat menyebabkan tingginya suplai daging dalam waktu bersamaan. Sehingga menyebabkan jatuhnya harga jual ayam hidup jauh di bawah biaya produksi. Sebagaimana yang terjadi pada awal pandemi covid-19 di Kalsel, harga ayam broiler di tingkat peternak jatuh hingga Rp. 8.000-10.000/kg, jauh di bawah biaya produksi Rp. 19.000/kg (PINSAR Kalsel).

Fluktuasi harga yang terlalu besar dan sering terjadi, khususnya pada komoditas ayam broiler, tentu saja tidak akan menguntungkan semua sektor pelaku usaha peternakan unggas. Selain itu, turunnya harga komoditas unggas di tingkat peternak, tidak serta merta menguntungkan konsumen, karena tidak diikuti dengan penurunan harga eceran secara proporsional.

Oleh sebab itu, jika terus dibiarkan akan dapat mematikan dunia usaha peternakan unggas, khususnya pada sektor budidaya yang masih banyak mengakomodasi peternak rakyat, baik sistem kemitraan maupun mandiri sebagaimana amanat UU No 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Di sisi lain, pelaku sektor budidaya juga dituntut ikut menjaga stabilitas harga daging ayam broiler dan telur, yang telah dikelompokkan sebagai komoditas pangan strategis. Sehingga, ketika komoditas daging broiler dan telur ayam ras mengalami kenaikan, pelaku sektor budidaya selalu menjadi sorotan sebagai penyebab berkurangnya suplai atau kenaikan harga.

Untuk mencari solusi fluktuasi harga komoditas perunggasan, tentu harus dilakukan dengan mencari penyebab terjadinya hal tersebut. Secara umum fluktuasi suplai ayam broiler maupun telur ras dipengaruhi oleh produksi telur tetas (Hatched Egg/HE), produksi DOC, kapasitas kandang budidaya atau adanya gangguan penyakit dan klimat yang berpengaruh terhadap kinerja produksi.

Sebagai contoh jika ditarik dari hilir, ketika harga ayam broiler meroket di pasar basah dapat disebabkan oleh turunnya kapasitas produksi kandang, yang antara lain disebabkan oleh kelangkaan DOC 3-4 minggu sebelumnya. Turunnya produksi DOC di penetasan terkait dengan ketersediaan HE karena turunnya produksi HE oleh parent stock maupun berkurangnya pasokan HE dari Breeding Farm di pulau Jawa. Demikian pula sebaliknya jika terjadi kelebihan suplai.

Oleh sebab itu diperlukan adanya sarana yang mempertemukan semua stake holders dan pelaku mata rantai produksi broiler dan telur ayam ras. Perlu dilakukan identifikasi masalah, merumuskan solusi serta mencapai kesepakatan antara semua pihak sehingga solusi yang dirumuskan dapat diimplementasikan.
Dalam hal ini keterbukaan asosiasi peternak dan pengusaha di setiap sektor diperlukan, sehingga dapat dilakukan penataan mulai dari asumsi volume pasar daging broiler dan ayam ras di tiap wilayah, hingga kuota produksi HE atau populasi PS dari setiap breeding farm.

Selain itu, pengaturan angka-angka yang disepakati harus ditaati, sehingga peran pemerintah menjadi penting sebagai regulator yang mengayomi semua sektor peternakan di Kalsel. Diharapkan semua sektor yang terkait menyadari bahwa fluktuasi harga ayam pedaging dan broiler pada akhirnya tidak menguntungkan siapapun, bahkan terhadap konsumen rumah tangga. Sehingga keterbukaan dan kepatuhan diperlukan untuk terus membangun industri peternakan unggas di Kalsel. (*/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X