Kisah Para Bocah Pedagang Balon: Ingin Sekolah, Punya Kios, Jadi TNI atau Polisi

- Kamis, 9 Juli 2020 | 13:38 WIB
KERASNYA KEHIDUPAN: Sardi bersama adiknya yang baru berusia tiga tahun. Ketika mangkal di Jalan RE Martadinata, kemarin (8/7). | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
KERASNYA KEHIDUPAN: Sardi bersama adiknya yang baru berusia tiga tahun. Ketika mangkal di Jalan RE Martadinata, kemarin (8/7). | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Banyak bocah yang disibukkan dengan gawainya. Tapi tidak dengan keempat bocah ini. Sardi, Rahmat, Nor Ilham dan Anshari. Yang masih mencari rezeki di tengah ganasnya pandemi.

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin --

JALAN RE Martadinata kemarin (8/7) siang, masih ramai dengan pengendara. Beberapa meter sebelum perempatan, Sardi (12) tampak menunggui dagangan balon warna-warni. Pelindung wajah (faceshield) tergantung menjuntai di sepeda.

Sudah setahun bocah asal Gang Soto Rina, Kampung Kuin Cerucuk, ini berjualan. Mengayuh sepeda, lalu mangkal tak jauh dari lampu merah. Sedari jam 1 siang sampai jam 6 sore.

Dari 10 balon yang dibawanya, baru laku tiga balon. Per balon dijual Rp10 ribu. Artinya sudah Rp30 ribu yang dikantongi. Baginya sudah lumayan membantu perekonomian keluarga di rumah. "Jualan ini pakai modal sendiri," ujarnya.

Siang itu, Sardi tak sendirian. Dia ditemani adik kecilnya yang berumur tiga tahun. Namanya Rahma, anak kelima dari enam bersaudara. Sementara Sardi adalah anak kedua.

Sardi anak yang ramah. Mudah membaur dengan siapa saja. Kepada penulis, dia tak sungkan bercerita banyak hal.

Ternyata, sang kakak juga berjualan balon. Bedanya, bila ia hanya menetap di satu tempat, sang kakak berpindah-pindah.

"Adik saya yang lain bersama ibu meminta sedekah. Ayah sudah meninggal. Yang ada sekarang ayah tiri," ucapnya lirih.

Seperti bocah-bocah lainnya, Sardi juga punya cita-cita. Yakni melanjutkan sekolah. Saat ini, dirinya mengambil Paket A. "Semoga ada rezekinya," doanya.

Tak jauh dari situ, tepatnya di Jembatan Pekauman, penulis bertemu dengan pedagang balon lainnya, Rahmat (12). Seperti Sardi, Rahmat juga ditemani adik perempuan satu-satunya. Namanya Karmila, baru tiga tahun.

Rahmat tergolong pedagang yang senior. Sudah lebih dua tahun ia berdagang balon. Dia biasanya mangkal dari jam 12 siang sampai jam 5 sore. Siang itu, sudah lima balon terjual.

Harganya juga Rp10 ribu. "Dipotong Rp5 ribu per balon, jadi bersihnya Rp25 ribu. Saya cuma menjualkan," bebernya.

Selain balon, Rahmat juga menjual masker dan pelindung wajah. Harganya dipatok sama seperti harga balon. Rahmat mulai berjualan sejak ditinggal wafat sang ayah. "Ibu ada di pasar. Jualan balon juga," ucapnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X