Sebut Pemerintah Ngawur Karena Alat Lebih Mahal, Klinik dan Rumah Sakit Sepakat Tolak Batasan Tarif Rapid Test

- Kamis, 9 Juli 2020 | 13:36 WIB
Foto ilustrasi
Foto ilustrasi

Meski Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran mengenai batasan tarif rapid test hanya sebesar Rp150 Ribu, namun sejumlah fasilitas kesehatan di Kalsel mengaku keberatan.

----

"Kami belum bisa menurunkan tarif rapid test sampai Rp150 ribu. Karena tidak bisa menutup seluruh beban biaya," kata Kabag TU RSD Idaman Banjarbaru, M Firmansyah, kemarin.

Menurutnya, tidak mungkin faskes mengenakan tarif rapid test Rp150 ribu. Sementara, harga alat rapid test lebih dari itu. "Kami saja beli alatnya seharga Rp225 ribu. Belum lagi biaya petugas, APD dan dokter," ujarnya.

Rumah sakit di Jalan Trikora, Banjarbaru itu sendiri saat ini mematok tarif rapid test Rp400 ribu. Untuk masyarakat umum yang ingin bepergian ke luar daerah menggunakan pesawat terbang. "Kalau harga alat rapid test masih mahal, kami tidak mungkin menurunkan tarif," tegas Firman.

Dia menyampaikan, seharusnya pembatasan yang dilakukan bukan untuk tarif tes. Melainkan, harga rapid test yang dijual di pasaran. "Harusnya pembatasan ditujukan ke perusahaan farmasi, agar tidak menjual alat rapid test tidak lebih dari Rp150 ribu. Jangan rumah sakit yang jadi sasaran," ucapnya.

Firman meyakini kebijakan Kemenkes yang membatasi tarif rapid test sudah membuat semua faskes kebingungan. "Pasti semuanya bingung. Bagaimana bisa menurunkan tarif sesuai SE, sedangkan harga alat rapid test lebih dari itu," bebernya.

Sementara itu, manajemen RSU Syifa Medika yang juga melayani rapid test untuk masyarakat umum enggan menanggapi terkait SE Kemenkes. Padahal, mereka juga mematok tarif rapid test di atas Rp150 ribu. Yakni, Rp295.000.

Di Banjarmasin, pemilik klinik kesehatan Rafisa Dahlia, Rudiansyah mengatakan susah menerapkan batasan tarif yang ditentukan pemerintah. Dia mengaku membeli 1 pcs unit rapid tnya hampir Rp300 ribu. Dengan harga tersebut, pihaknya tak mungkin menerapkan tarif yang ditetapkan pemerintah Rp150 ribu. “Ambang batas yang diterapkan pemerintah ngawur,” ujarnya kemarin.

Menurutnya, untuk menerapkan hal tersebut, pemerintah harusnya menekan terlebih dulu distributor. Apalagi sebutnya, merek rapid tes bermacam-macam dengan harga yang bervariasi. “Pemerintah harus menekan harga dulu. Saat ini saja saya beli di atas harga tersebut. Siapa mau rugi,” tukasnya.

Di tempatnya, pemeriksaan rapid tes, tak hanya memeriksa antibodi, namun mengeluarkan surat rekomendasi resmi yang bisa dipakai untuk keperluan, salah satunya untuk perjalanan ke luar kota. “Kami juga memberikan vitamin,” sebut Rudi yang mengenakan tarif pemeriksaan rapid tes sebesar Rp400 ribu.

Tarif tersebut tambahnya sudah sangat masuk akal dengan harga alat yang dia beli sekitar Rp300 ribu. “Kalau di tempat lain bahkan ada yang mencapai Rp600 ribu,” ujarnya.

Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai batasan tarif rapid test antibodi. Melalui SE bernomor HK HK.02.02/I/2875/2020 yang ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Bambang Wibowo padq 6 Juli tadi, tarif tertinggi hanya Rp150 ribu.(ris/mof/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X