Diananta Dituntut Enam Bulan

- Selasa, 21 Juli 2020 | 10:39 WIB
SIDANG KEDUA: Diananta Putra Sumedi dalam saat sidang di Pengadilan Negeri Kotabaru, Senin (20/7).
SIDANG KEDUA: Diananta Putra Sumedi dalam saat sidang di Pengadilan Negeri Kotabaru, Senin (20/7).

KOTABARU - Diananta Putra Sumedi dituntut enam bulan penjara atas dugaan kasus pelanggaran UU ITE. Eks Pemimpin Redaksi Banjarhits itu dinilai menyebar isu SARA lewat berita yang terbit pada 8 November 2019 lalu.

Tuntutan disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum saat sidang di Pengadilan Negeri Kotabaru, Senin (20/7). Ini merupakan sidang lanjutan setelah persidangan perdana 8 Juni 2020 tadi.

Jaksa menilai Diananta bersalah karena melakukan tindak pidana dengan cara sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Diananta Putra Sumedi dengan pidana penjara selama enam bulan, dipotong masa penahanan sementara agar terdakwa tetap ditahan," ujar JPU Rizki Purbo Nugroho.

JPU kemudian juga menyampaikan bahwa pihaknya memahami kebebasan pers sebagai bentuk tegaknya demokrasi. Namun, jaksa menilai harus ada batasan ketika seorang jurnalis yang memiliki fungsi kontrol sosial justru memberitakan hal yang dapat menimbulkan konflik kesukuan.

Sidang penuntutan ini dihadiri oleh salah satu kuasa hukum Diananta, Hafizh Halim yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers. Melihat tuntutan jaksa, ia menyebut pihaknya jelas bakal menyampaikan pembelaan atau pledoi. "Kita tetap bertahan, bahwa Diananta tidak layak untuk diberi hukuman," ujar Hafizh.

Mengacu pendapat saksi ahli pers saat persidangan, Hafizh juga menyebut ada perjanjian kerja sama antara Banjarhits dan Kumparan yang sudah disepakati antarpihak. Saksi ahli menyebut yang bertanggung jawab atas kasus ini adalah Kumparan.

Senada dengan Hafizh, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin, juga menilai tuntutan dari JPU tidak tepat.

"Menurut kami itu tuntutan yang sangat tidak tepat. Harusnya tuntutan bebas. Bukan tuntutan pidana atau penjara," kata dia.

Dari penafsiran LBH dan Koalisi untuk Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers, Ade menilai fakta persidangan menunjukkan tidak terpenuhinya unsur, sesuai pasal yang didakwakan.

"Unsur yang tidak terpenuhi adalah Diananta melakukan penyebaran berita karena dia adalah seorang jurnalis. Sehingga unsur tanpa hak tidak terpenuhi. Jika salah satu unsur saja tidak terpenuhi, sudah tidak layak dipidana," ujarnya.

Kata Ade, JPU pun juga tidak menghadirkan saksi yang mendukung terpenuhinya unsur pasal 28 Ayat 2. "Dia (JPU) bilang menyebarkan ujaran kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan gitu ya. Nah, pasal ini delik materiil, kalau delik materiil dia harus ada dulu peristiwanya, baru kemudian dia bisa dipidana. Apakah peristiwa kebencian itu sudah ada? JPU tidak bisa membuktikan itu," tambah Ade yang juga tergabung dalam tim koalisi.

Sidang pledoi akan digelar pada 27 Juli 2020 nanti. Tim kuasa hukum dan Diananta sendiri bakal menyampaikan pembelaannya atas tuntutan dari jaksa.

Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula dari berita yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'. Berita ini diunggah melalui laman banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu. Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia.

Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.
Masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar PPR yang mewajibkan banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pengedar Kabur, Orang Suruhan Diringkus

Rabu, 17 April 2024 | 09:34 WIB
X