Melihat Aktivitas Belajar-Mengajar Santri di Darussalam

- Selasa, 21 Juli 2020 | 10:49 WIB
PAKAI MASKER: Suasana di pesantren Darussalam Pasayangan, Martapura, kemarin. Santi mulai masuk dengan protokol ketat. | FOTO: MUHAMMAD AMIN/RADAR BANJARMASIN
PAKAI MASKER: Suasana di pesantren Darussalam Pasayangan, Martapura, kemarin. Santi mulai masuk dengan protokol ketat. | FOTO: MUHAMMAD AMIN/RADAR BANJARMASIN

Setelah beberapa kali pembatalan akhirnya Pondok Pesantren Darussalam Martapura pada 14 Juli 2020 lalu. Bagaimana aktivitas belajar pesantren legendaris itu di tengah pandemi?

-- Oleh: MUHAMMAD AMIN, Martapura --

Pagi kemarin, pemandangan di lingkungan pesantren Darussalam di Pasayangan Martapura masih sama seperti didirikan spada tahun 1914 lalu. Santri dan santriwati hilir mudik di halaman sekolah dan jalanan menunggu jam pelajaran. Yang membedakan hanyalah semuanya memakai masker yang menutupi wajah mereka.

Pesantren tertua di Kalimantan ini membuat aturan khusus untuk santrinya. Aktivitas mereka diatur sejak dari rumah, di sekolah, hingga pulang kembali ke rumah. Semua santri disuruh membawa cairan desinfektan dan wajib mendapat izin dari orang tua serta melaporkan kondisi kesehatan mereka.

Semua santri yang masuk dan keluar kelas dilarang membentuk kerumunan. Menjaga jarak dan tidak diperkenankan jabat tangan. Selama proses pulang dari pondok, semua santri diminta langsung ke rumah.

“Masker baru turunkan sedikit untuk membaca kitab. Setelah selesai belajar dipakai lagi.” Kata Guru Kasyful, salah satu pengajar yang ditemui Radar Banjarmasin, kemarin.

Komitmen ini diungkapkan oleh M Jauhari, perwakilan Darussalam di sela bertemu dengan gugus tugas saat mereka meminta izin untuk membuka kembali pesantren. Dirinya optimis, santri bisa taat dengan aturan. Apalagi, Darussalam juga membagi santri dalam dua shif hari untuk masuk belajar. Separuh dari santri masuk di hari pertama, sementara separuh lainnya masuk keesokan harinya.


Dibukannya kegiatan belajar mengajar di Darussalam membuat banyak madrasah lain beramai-ramai meminta izin kepada gugus tugas. Darussalam memang dianggap sebagai barometer seluruh madrasah di Kalsel.

Rencana relaksasi pondok pesantren se-Banjar sendiri secara serius dibahas oleh gugus tugas bersama forkopimda Banjar, di Aula Barakat Martapura, kemarin. Kajari Banjar Muji Martopo mengatakan, relaksasi atau pengetatan seperti simalakama. Jika mereka melarang, maka banyak hal yang dikorbankan, baik guru pesantren, santri dan orang tua resah kelamaan libur.

Di sisi lain, Banjar masih zona merah, mau tidak mau harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Untuk jalan tengahnya, pihaknya memilih memberikan izin namun dengan catatan pesantren harus memberlakukan protokol ketat.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Banjar Diauddin menyatakan, pandemi belum akan berakhir sampai 2021, bahkan diprediksi sampai 2022. Proses penemuan vaksin belum ada kepastian.

Selain itu, pemerintah juga mengganti beberapa istilah dalam Covid-19. Itu jadi bukti ada perubahan sudut pandang tentang Covid. Bahkan yang suspek pun tidak diambil swab kalau tidak mengalami gejala.

Dandim 1006 Martapura Letkol Arm Siswo Budiartoendiri sepakat bila ada pemberian izin pembukaan pondok pesantren yang berisi santri lintas kabupaten dan provinsi. Syaratnya, ketua yayasan wajib membuat pernyataan sanggup menerapkan protokol kesehatan. Berisi sanksi yang akan dipantau oleh aparat secara berkala. Namun, kegiatan di PAUD dan TK lebih baik tidak diberikan izin untuk dibuka. (ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X