Pandemi, Sistem Sosial dan New Normal

- Kamis, 23 Juli 2020 | 10:24 WIB
Foto hanya ilustrasi
Foto hanya ilustrasi

COVID-19 atau Coronavirus Disease 2019 menghantam Indonesia dengan begitu kuatnya. Angin ketidaksiapan penyelenggara negara dan segenap tatanan sosial seketika terlihat ketika harus menyesuaikan dengan kehidupan pasca pandemi. Koordinasi antarlembaga negara yang masih lemah, eksekusi kebijakan yang dirasa masih belum tepat sasaran dan masyarakat yang belum konsisten dalam menerapkan protokol kenormalan baru, masih menjadi topik hangat yang menghiasi pemberitaan.

==========================
Oleh: Muhammad Luthfi Farizan
Mahasiswa Sosiologi FISIP ULM
==========================

Mengutip dari Badan Bahasa Kemendikbud, kenormalan baru adalah istilah untuk menjelaskan keadaan normal yang baru (yang belum pernah terjadi sebelumnya). Kebijakan kenormalan baru sendiri diambil untuk mempercepat penanganan Covid-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi. Hal ini mengisyaratkan bahwa pada kenormalan baru masyarakat harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan dengan corona, dengan memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Seperti memakai masker ketika keluar rumah, mencuci tangan, menjaga jarak fisik, work from home dan tidak bersentuhan (bersalaman ataupun berjabat tangan).

Perubahan sosial merupakan hukum pasti dari setiap masyarakat dan sifat sejarah yang einmalig atau hanya terjadi satu kali, serta tidak berulang menandakan bahwa pada pasca Covid-19 kita sebenarnya telah memasuki fase baru peradaban manusia. Fase di mana kehidupan tidak akan kembali lagi kepada semua kenormalan yang ada pada saat pra-pandemi.

Satu-satunya cara agar menjadikan fase ini normal adalah dengan menjadikan kenormalan baru sebagai cara untuk menjalani hidup kedepannya. Hingga suatu saat kenormalan baru akan menjadi kenormalan yang tunggal dan menggantikan konsep normal sebelumnya.

Covid-19 sebagai sesuatu yang di luar kehidupan sosial memiliki kekuatan yang sangat besar untuk memicu perubahan yang lebih cepat dan membawa masyarakat kepada tingkatan hidup yang baru. Tentu tidak mudah untuk masyarakat beradaptasi dengan cepat. Sebab perlu ada proses sosial dan akulturasi nilai oleh seluruh sistem sosial terhadap keadaan saat ini. Hal inilah yang apabila dilihat dari sudut pandang sosiologi disebut sebagai struktural fungsional. Setiap bagian masyarakat memiliki peran penting dan saling berhubungan dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi di lingkungan sosial. Oleh sebab itu, perlu melihat bagaimana keterkaitan perubahan sosial akibat pandemi dengan kemampuan masyarakat untuk merespons perubahan.

Teori AGIL dan New Normal

Pada sosiologi, perubahan sosial dimaknai sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat yang memengaruhi sistem sosial, nilai, sikap, serta perilaku individu dan kelompok. Perlu dipahami bahwa perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial bukanlah sebuah hasil, tetapi merupakan sebuah proses. Artinya seiring berjalan waktu, sistem sosial menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang dianggap mendukung keberlangsungan masyarakat.

Sistem sosial sendiri memiliki beberapa unsur seperti keyakinan, sanksi, tujuan, norma, kedudukan, kekuasaan, sarana, dan tekanan-ketegangan. Semua itu butuh penyaluran dalam konteks sistem sosial.
Para ilmuan sosiologi banyak menjelaskan konsep perubahan itu. Penting kiranya pada masa Covid-19 untuk kembali melihat konsep-konsep teori sebelumnya dan menghubungkannya agar kenormalan baru dapat menjadi cara untuk terbebas pandemi.

Pada tahun 1951, seorang sosiolog Amerika, Talcott Parsons mengemukakan teori AGIL dalam bukunya “The Social System”, sebagai cara untuk menjelaskan struktural fungsionalisme. Ia mengartikan masyarakat sebagai sebuah sistem yang saling berhubungan. Setiap komponen yang ada di masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan atau equilibrium. Teori ini terdiri dari empat prasyarat. (A) adaptation (adaptasi), (G) goal attainment (pencapaian tujuan), (I) integration (integrasi), (L) latency (pemeliharaan pola-pola).

Pada fase awal, adaptasi dalam rangka untuk bertahan dan lestari, masyarakat harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya. Pada masa pandemi masyarakat dituntut harus bisa dan terbiasa dalam menjalani kesehariannya mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Tentu awalnya bagian adaptasi akan mengalami banyak penolakan, sebab ia melawan kewajaran yang sebelumnya tidak pernah dilaksanakan. Namun secara perlahan, apabila mayoritas seluruh sistem sosial berhasil melaksanakan penyesuaian dan menjadikan kenormalan baru sebagai nilai, maka bagian-bagian masyarakat yang awalnya menolak lambat laun akan mengikutiproses adaptasi itu sendiri.

Pada pencapaian tujuan, sebuah sistem harus memiliki tujuan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan ini harus menyangkut kepentingan masyarakat dan bukan kepentingan personal atau kelompok. Kenormalan baru memiliki tujuan untuk menekan kasus Covid-19 dan konsistensi masyarakat untuk bersama-sama taat serta patuh terhadap protokol kesehatan menandakan bahwa ada kesadaran untuk mencapai tujuan bersama yang ingin dicapai.

Integrasi, suatu sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian dari komponennya, hingga berfungsi secara maksimal. Integrasi haruslah memiliki kekuatan untuk membuat seluruh anggota masyarakat untuk bekerja sama dan menghindarkan dari potensi-potensi konflik yang akan muncul. Penting kiranya sebuah sistem untuk bersifat fleksibel dan manusiawi selama masa pandemi. Sebab bagian yang terdampak paling kuat adalah masyarakat itu sendiri.

Pada fase terakhir, latensi. Yaitu bagaimana sistem mempertahankan dan memelihara pola-pola yang terjadi di masyarakat. Latensi menunjuk pada kebutuhan masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai yang ada di lingkungan sosialnya. Pada fungsi ini, semua tahapan yang dilaksanakan dalam kenormalan baru akan mengalami proses evaluasi. Artinya setiap kekurangan dan hal-hal yang dianggap belum cukup akan ditingkatkan, sebab manusia sebagai komponen masyarakat yang dinamis akan terus berbenah diri seiring waktu. Pada masa saat ini yang dibutuhkan masyarakat Indonesia dalam menghadapi kenormalan baru adalah dalam segi pendidikan dan sosialisasi nilai. Tentu tidak mudah untuk langsung loncat kepada tahapan ketertiban, apabila nilai itu tidak ditanamkan secara perlahan. Pemerintah sebagai lembaga sosial tertinggi harus hadir pada aspek ini. Sebab sukses dan gagalnya kenormalan baru terletak kepada sejauh mana nilai-nilai terpolakan dalam kehidupan masyarakat.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB
X