Jangan Bilang Guru Makan Gaji Buta

- Jumat, 24 Juli 2020 | 09:44 WIB
Foto hanya ilustrasi
Foto hanya ilustrasi

KABAR tak sedap ternyata bukan dari masyarakat awam. PNS nonguru tetap masuk seperti biasa. Ada yang bekerja di rumah membawa administrasi. Sementara PNS pelayanan publik tetap melakukan pelayanan. Sedangkan guru enek-enakan di rumah. Makan gaji buta dong? Bukan cuma sekali ini ucapan tak sedap terdengar.

==================
Oleh: Ir Yuliani
Guru SMPN 2 Mantewe
==================

Ketika siswa dilarang datang ke sekolah selama pandemi Covid-19, banyak orang mengira bahwa guru otomatis menanggur. Tugas guru otomatis tak ada. Hanya kirim-kirim tugas saja sambil santai minum kopi dan singkong rebus. Menduga-duga memang boleh saja. Tapi, benarkah demikian?

Kalau yang dibicarakan konteksnya individu perindividu, tentu tak bisa dipukul rata. Masyarakat bisa cek langsung saja ke guru yang bersangkutan. Apakah selama pandemi ini guru itu jadi santai-santai saja tiada kerjaan? Atau ternyata tetap sibuk sebagaimana biasanya?

Tapi kalau yang dibicarakan adalah sesuatu yang normatif dan ideal, guru di masa pandemi ini sebetulnya tetap sibuk. Tugas sebagai guru tetap ada. Normal dan sepertinya tak bisa dikatakan gampang dan membuatnya bisa santai-santai saja.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah mengeluarkan pedoman pelaksanaan belajar dari rumah selama darurat bencana Covid-19 di Indonesia. Pedoman ini didasarkan pada Surat Edaran Setjen Nomor 15 Tahun 2020.

Pedoman ini mengupas seluk beluk kegiatan layanan pendidikan yang ideal untuk setiap pelaku pendidikan di Indonesia. Termasuk menjelaskan juga tugas-tugas guru selama masa pandemi. Apa saja tugasnya?

Kemendikbud sendiri membagi tugas guru ke dalam dua skenario. Pertama, tugas guru jika pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan/online), dan tugas guru jika pembelajaran dilakukan secara luring (luar jaringan/offline).

Dalam skenario daring, tugas guru sebagai berikut, pertama, membuat skenario untuk berkomunikasi dengan orang tua/wali dan peserta didik. Bagi guru yang terbiasa dengan penggunaan gadget, tugas ini mungkin mudah saja. Tapi bagi guru yang gaptek, ini adalah pekerjaan yang butuh perjuangan dan tak bisa dianggap sepele.

Kedua, membuat RPP yang sesuai minat dan kondisi anak. Ini juga sebetulnya bukan tugas yang sederhana. Memahami minat dan kondisi anak membutuhkan pendekatan dan upaya memahami anak didik dengan memerhatikan kondisi kekinian. Apalagi bagi guru-guru dengan usia yang memiliki jarak cukup jauh dengan anak didiknya yang beda zaman.

Ketiga, menghubungi orang tua untuk mendiskusikan rencana pembelajaran yang inklusif sesuai kondisi anak. Tugas ini mungkin saja dilakukan guru. Namun, dalam sudut pandang orang tua yang beragam. Tak semua orang tua "aware" dan bisa diajak diskusi. Sebagian mungkin cuek dan kurang berminat membuka ruang diskusi. Ini juga membutuhkan pendekatan yang tidak sederhana.

Keempat, guru memastikan proses pembelajaran berjalan dengan lancar. Caranya dengan memastikan persiapan untuk peserta didik, melakuakan refleksi dengan peserta didik, menjelaskan materi yang akan diajarkan, serta memfasilitasi tanya jawab dengan siswa.

Kelima, guru mesti berkoordinasi dengan orang tua/wali untuk penugasan belajar. Bagi siswa yang belum dibekali gadget, guru otomatis harus mengirim tugasnya via orang tua. Para orang tua tentu saja berbeda-beda dalam menanggapi tugas yang diberikan guru. Ada yang menerima dan koperatif, ada juga yang merasa risih dan menuntut guru untuk memberikan pemahaman yang baik agar urusan beres. Dalam pembelajaran normal, tugas ini malah tak ada.

Keenam, mengumpulkan dan merekap tugas yang dikirim peserta didik dalam waktu yang telah disepakati. Ini sebetulnya tugas yang biasa dilakukan dalam kondisi normal. Artinya, Aktivitas merekap dan berkutat dengan administrasi seperti ini juga tetap menjadi tugas guru di masa pandemi.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X