Kemandirian Fiskal di Indonesia dan Kalsel

- Selasa, 28 Juli 2020 | 09:19 WIB
Muzni Fauzi, SE, MM, Pemeriksa Madya BPK Perwakilan Kalsel
Muzni Fauzi, SE, MM, Pemeriksa Madya BPK Perwakilan Kalsel

Pelaksanaan Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia telah berjalan lebih dari 20 tahun, dimulai sejak 1 Januari 2001. Terakhir diatur dengan UU No 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

======================
Oleh: Muzni Fauzi, SE, MM
Pemeriksa Madya BPK Perwakilan Kalsel
======================

Otonomi daerah dalam bidang pemerintahan, pusat telah menyerahkan sebagian urusan kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi daerah, meliputi urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, serta urusan pemerintahan pilihan. Kegiatan pelayanan masyarakat itu memerlukan biaya yang besar, sehingga otonomi daerah akan berhasil apabila didukung dengan peningkatan kapasitas fiskal daerah.

Seperti diketahui, struktur pendapatan daerah dalam APBD sesuai PP No 12 Tahun 2019 terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi pemerintah daerah, maka disahkan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pemerintah daerah diberi wewenang yang lebih luas untuk mengumpulkan PAD melalui perluasan objek pajak daerah, retribusi daerah, dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif pajak, serta mendorong kemandirian fiskal daerah yang diperlukan untuk membiayai pelayanan dan pembangunan daerah dan dalam rangka memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

Indeks kemandirian fiskal daerah berguna untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri belanja daerah, tanpa tergantung pada bantuan dari luar. Termasuk pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Kemandirian fiskal daerah dapat diketahui dengan menghitung rasio antara pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan atau rasio pendapatan transfer terhadap total pendapatan. Oleh karena itu, dipandang perlu mengetahui kemandirian fiskal daerah bisa dipetakan dan diketahui kondisi kemandirian fiskal di daerah, khususnya Kalimantan Selatan.

Menurut UU No 23 Tahun 2014 Pasal 280 ayat (1) huruf a, pemerintah daerah berkewajiban melakukan pengelolaan keuangan daerah secara efektif, efesien, transparan, dan akuntabel. Atas pengelolaan keuangan daerah tersebut, telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah secara rutin melakukan pemeriksaan pada pemerintah daerah.

Pada tahun 2020, BPK menjadikan kemandirian fiskal sebagai bagian dari kecukupan pengungkapan informasi di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) berupa Laporan Hasil Reviw atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2018 dan 2019, sehingga dapat menjadi perhatian bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam menganalisis hubungan kemandirian fiskal daerah dengan fungsi otonomi daerah maupun pelayanan publik didaerah.

Semua pemerintah provinsi telah menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah kepada BPK. Hasilnya tidak ada provinsi yang masuk kategori sangat mandiri. Sebagian besar provinsi di Jawa dan Bali telah mandiri, sedangkan di luar Jawa dan Bali hanya dua provinsi yang mandiri, yaitu Kaltim dan Kalsel.

Untuk provinsi di Kalimantan, tiga provinsi masuk kategori menuju kemandirian”, sedangkan dua provinsi, yaitu Kalimantan Selatan (IKF : 0.5178) dan Kalimantan Timur (IKF : 0.5568) masuk kategori mandiri. Bersyukur bahwa Kalsel telah masuk kategori mandiri dengan IKF 0.5178. Artinya 51,78 persen Belanja Daerah Provinsi dibiayai dari PAD.

Sedangkan untuk kemandirian fiskal pemerintah kabupaten/kota se Indonesia, hanya terdapat dua daerah dengan predikat mandiri pada tahun 2018 dan 2019, yaitu Surabaya dan Tangerang Selatan. Surabaya sendiri telah masuk kategori mandiri sejak tahun 2013, sedangkan Tangerang Selatan telah mencapai kategori mandiri sejak tahun 2016 hingga sekarang.

Analisis IKF menunjukan hanya terdapat satu daerah dengan predikat sangat mandiri, yaitu Kabupaten Badung. Daerah ini telah masuk kategori daerah sangat mandiri sejak tahun 2013 dengan nilai IKF 0,7714. Pada Tahun 2018, IKF Kabupaten Badung sebesar 0,8405 dan sedikit menurun menjadi 0,8347 pada tahun 2019. Dengan demikian, 83,47 persen Belanja Daerah Kabupaten Badung dibiayai dari PAD.

Bagaimana dengan kemandirian fiskal pemerintah kabupaten/kota di Pulau Kalimantan? Dari 56 pemerintah kabupaten/kota, masih terdapat satu kabupaten yang belum menyerahkan LKPD ke BPK. Hasil analisis atas LKPD yang telah diserahkan menunjukkan bahwa kondisi kemandirian fiskal daerah di Pulau Kalimantan pada tahun 2018 dan 2019 adalah sama.

Sebagian besar daerah masuk dalam kategori belum mandiri. Pada tahun 2018 dan 2019 terdapat dua daerah yang masuk masuk kategori menuju kemandirian (0.25<IKF<0.50), yaitu Balikpapan (0.3094) dan Pontianak (0.2714). Sedangkan sisanya masuk kategori belum mandiri (IKF<0.25).

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X