Tanpa Mahasiswa, Warung-Warung Legendaris Sulit Bertahan; Pelanggan Jalan Cendana Direnggut Pagebluk

- Senin, 3 Agustus 2020 | 12:06 WIB
SEPI PEMBELI: Hj Midah membungkus nasi campur yang dipesan pembeli. Sejak pandemi melanda Banjarmasin, pedagang nasi di sepanjang Jalan Cendana kepayahan. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
SEPI PEMBELI: Hj Midah membungkus nasi campur yang dipesan pembeli. Sejak pandemi melanda Banjarmasin, pedagang nasi di sepanjang Jalan Cendana kepayahan. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Pagebluk menghantam semua sektor. Deretan warung makan legendaris di Jalan Cendana pun tak luput. Pemilik warung harus putar otak, bertahan meski kepayahan.

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin --

MASYARAKAT Banjarmasin tentu mengenal Jalan Cendana di Banjarmasin Utara. Di sini puluhan warung makan berkumpul. Dibangun sederhana, memanfaatkan halaman rumah.

Pada Rabu (29/7) yang terik, kawasan ini tampak lengang. Hanya beberapa pengendara melintas. Meski buka, warung makan sepi dari pembeli. Padahal sudah jam makan siang. Kondisi seperti ini sudah berbulan-bulan, sejak virus corona melanda.

Denyut nadi warung tentu bergantung pada pembeli. Mayoritas pembeli di sini adalah mahasiswa-mahasiswi. Dan pekerja bergaji pas upah minimum regional (UMR). Maka, jangan heran apabila harga yang ditawarkan warung di kawasan ini terbilang ramah.

Tapi tak seramah virus corona. Banting harga tidak mungkin. Karena harga bahan pokok tetap tinggi. Maka, bertahan adalah strategi satu-satunya.

Seperti yang dialami warung milik Saprah, 57 tahun. Dia bukan pedagang baru. Namanya sudah melegenda di kalangan mahasiswa. Warung pertamanya dibangun tepat di samping pagar Taman Budaya.

Tapi setelah penertiban Satpol PP pada tahun 2010 lalu, warungnya pindah. Bergeser agak ke dalam. "Pengin tutup, tapi banyak anak cucu," tuturnya.

Buka sejak jam 8 pagi sampai jam 5 sore, Saprah mengaku kini lebih banyak melayani pembeli bungkusan.

Yang datang makan di tempat kini berkurang. Bahkan hampir tidak ada. Seperti siang itu, hanya ada seorang ojol yang sedang makan.

"Sepi sekali. Gara-gara corona ini. Anak-anak SMA dan mahasiswa juga libur. Biasanya ramai makan di sini," keluhnya.

Di sini, sepiring nasi campur dijual Rp10 ribu sampai Rp13 ribu. Sudah termasuk segelas es teh manis.

Sepinya pembeli tentu berimbas pada pendapatan. Jauh sebelum pagebluk melanda, dalam sehari ia bisa meraup keuntungan kotor Rp2 juta. Kini untuk memperoleh Rp700 ribu pun sulit.

"Tapi yang namanya berusaha ya. Alhamdulillah ada saja rezekinya. Paling tidak, masih bisa membayar sewa tempat Rp1 juta perbulan," tambahnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X