BANJARMASIN – Kaum buruh di Kalsel berjanji bakal turun ke jalan, Rabu (12/8) depan. Tuntutannya masih sama, mendesak DPR RI dan pemerintah pusat menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Perwakilan buruh, Yoeyoen Indharto mengungkapkan hasil rapat bersama tiga serikat pekerja di Kalsel. Yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
Ketiganya sepakat turun aksi dengan menurunkan lima ribu buruh. "Sebenarnya mau aksi 22 Juli tadi, tapi ditunda. Kami mencoba audiensi dengan pimpinan DPRD. Ternyata malah tidak ada,” ujarnya, (6/8) sore.
Yoeyoen menyebutkan, ada enam tuntutan. Setop pembahasan Omnibus Law di Senayan. Cabut Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, cabut atau revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera.
Lalu, terbitkan peraturan gubernur yang mengatur agar pekerja yang ter-PHK langsung masuk program Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Kemudian, tegakkan peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan. Terakhir, DPR RI, DPRD, pemerintah pusat dan daerah fokus pada pemulihan ekonomi akibat hantaman pandemi.
Yoeyoen juga akan mendesak DPRD Kalsel agar memfasilitasi tiga serikat pekerja yang tergabung Aliansi Pekerja Buruh Banua (PBB) Kalsel untuk bertemu dengan Gubernur Kalsel paling lambat akhir bulan ini.
"Yang ingin kami sampaikan adalah penerima bantuan buruh ter-PHK, kemudian apakah gubernur berani menaikkan UMP Kalsel tahun 2021 di atas angka rata-rata nasional, minimal 0,5 persen,” tegas Ketua FSPMI Kalsel ini. (gmp/fud/ema)