Pemimpin Berhati Bening

- Selasa, 11 Agustus 2020 | 09:04 WIB
Ersis Warmansyah Abbas, Sahabat Almarhum Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani
Ersis Warmansyah Abbas, Sahabat Almarhum Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani

TERUS terang saya kaget atas reaksi Nadjmi Adhani (Nadjmi) ketika bedah buku Banjarbaru di aula Pemko Banjarbaru tahun 2002. Saya memaklumi sembari mempertanyakan kepada Rudy Resnawan (RR). Jawaban RR, nanti kita lihat. Saya berteman dengan RR sekitar dua tahun dan pengetahuan tentang Banjarbaru dapat dikatakan cukup.

=========================
Oleh: Ersis Warmansyah Abbas
Sahabat Almarhum Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani
=========================

Lekukan rumah dinas wali kota sudah hapal sejak masa pak Hamidhan B, orang pertama yang membukakan peluang ”memasuki” Banjarbaru. Pak Gusti Hasan Aman (Gubernur Kalimantan Selatan) dan Brigjen Sunarso (Ketua Golkar Kalsel, Wakil Gubernur Kalimantan Selatan) menugaskan mempromosikan Banjarbaru. Hal yang menjadikan hampir setiap hari bersama bang Arul (Akhmad Fakrulli) yang fokus ditugaskan pak Hasan Aman memperjuangkan status Banjarbaru menjadi kotamadia.

Penelitian semasa bang Arul diperluas melalui penelitian Data Dasar Banjarbaru dan saya menerbitkan buku Banjarbaru. Harap maklum, RR bukan orang baru di pemerintahan Banjarbaru dan saya masuk pusaran. Oh ya, bang Arul mempercayakan penelitian tentang Banjarbaru sesuatu yang sangat saya sukai.

Melakukan penelitian dalam kolaborasi dengan Eddy Dhislan (Humas Pemko) dan Ogi Fajar Nuzuli (Kabag Keuangan) sungguh menyenangkan. Saya membantu penelitian, menuliskan berbagai hal, teman diskusi, dan sebagainya. Tidak bersangkutpaut dengan jabatan. Pernah ditawari posisi? Hmm, saya tenaga edukatif di Unlam. Lebih dari cukup.

Ya, pertama bertemu dengan Nadjmi pada acara bedah buku Banjarbaru. Selain penyelenggara, yang menurut seorang teman bermaksud ”menghabisi” saya mengenai Banjarbaru, Nadjmi dan Wahyudin (Ujud) mengatakan: ”Judul buku itu sebaiknya bukan Banjarbaru, tetapi Rudy Resnawan and I”. Aya-aya wae.

Lalu, kami terlibat diskusi intens di rumdin RR. Tidak bosan-bosan. Kursi panjang di depan garasi mobil rumah dinas walikota menjadi tempat favorit kami. Saya ingin menulis bagaimana RR menggagas dan mendiskusikan membuka jalan lingkar utara dan lingkar selatan, masjid Agung sampai tidak ada jalan ke sekolah tanpa aspal.

Selain berdiskusi, setelah membaca buku tertentu atau kembali dari kota-kota lain yang dikunjungi, kami mengikuti berbagai pelatihan. Pada tahun 2003 di arena ESQ ExecutiveTraining, JCC Jakarta, Nadjmi mendatangi saya: ”Bang, maaflah. Waktu itu (bedah buku) saya baru pulang S2. Saya ikut-ikutan ”menyakiti” Abang. Sudah lama mau minta maaf, bahkan mau menulis surat minta maaf, tapi tidak kesampaian”. Kami berpelukan.

Pertama kali saya melihat air mata Nadjmi. Momen tersebut tertulis di buku “Nyaman Memahami ESQ” (2005) bertitel: Mencari Hidayah Hati Bersih. Keakraban kami semakin berpilin. RR memang piawai membetuk tim tanpa dibentuk. Menjadi begitu saja.

Intinya, kami bekerja dalam satu tim RR. Masa dimana kegairahan tidak terbendung. Apalagi, sejak menggulirkan “Banjarbaru is Banjarbaru”. Ketika kuliah S3 di Bandung, Nadjmi, Damawan Jaya Setiawan (Jaya) dan Kanafie, karena ada acara di Bandung, mampir ke kos saya. Saya candai: ”Pasti RR mendukung setuntasnya”.

Bisa jadi mereka senang keisengan saya langsung main tembak ke urusan Pilkada. Padahal, teman mendatangi tanda mendukung saya kuliah, he he. Bisa jadi, sekalipun tidak cerdas-cerdas amat, apalagi ramah dan berbalut unggah-ungguh, gaya saya memang tembak langsung. Tanpa basa-basi.

Terus terang, Nadjmi sangat disayangi Rudy. Sebagai teman, saya paham kemampuan Nadjmi, yang dalam bahasa RR: ”Nadjmi itu lengkap sebagai pemimpin. Perlu kematangan saja lagi”. Saya memonitor yang dilakukan Nadjmi sebagai prestasi hebat, dari dipercaya di kelurahan, kecamatan, dan seterusnya. Kemampuannya menguasai ”jaringan” luar biasa.

RR puas dengan performance Nadjmi. Saya suka cara kerja Nadjmi. Sangat. Dan, ketika Nadjmi terpilih menjadi walikota, saatnya menikmati kemampuan Nadjmi sesungguhnya.

Sayangnya pada awal jabatannya saya terjerat aneka pekerjaan kampus. ”Bang. Apa salah kami. Dengan Jaya sempat saya bilang, jangan-jangan bang EWA tersinggung, karena kita tidak mendatangi wadah Sidin”. Waduh. Nadjmi, Nadjmi.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X