Karhutla Kalsel: Di Bawah Bayang-Bayang Pandemi

- Kamis, 13 Agustus 2020 | 13:14 WIB
Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel dan Simpul Jaringan Pantau Gambut Kalsel
Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel dan Simpul Jaringan Pantau Gambut Kalsel

Dilupakan dan terlupakan. Itulah yang kini banyak terjadi akibat pandemi Covid-19. Hampir seluruh kebijakan, energi, sumber daya, juga uang seolah hanya ditujukan untuk pencegahan dan penanganan wabah asal Tiongkok itu.

======================
Oleh: Kisworo Dwi Cahyono
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel
Simpul Jaringan Pantau Gambut Kalsel
======================

Bisa jadi situasi memang mengharuskan hampir segala hal bermuara pada Covid-19. Namun, melupakan ancaman lain terhadap kehidupan bersama –apalagi yang pernah berdampak luas dengan kerugian berlimpah—yang bisa datang lagi tentulah sebuah sikap yang harus dilihat ulang. Kerugian itu adalah kebakaran hutan dan lahan atau karhutla.

Penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pun patut menjadi perhatian serius pemerintah daerah di Kalimantan Selatan. Jika tidak, masyarakat harus merasakan bencana berlipat karena saat ini warga Kalsel juga tengah menghadapi bencana serius berupa pandemi.

Salah satu langkah yang konkret dilakukan pemerintah untuk meminimalisasi bencana karhutla, yakni dengan cara memaksimalkan komunikasi pemangku kebijakan dengan perusahaan yang bergerak pada sektor perkebunan.

Bukan tanpa alasan, selama ini, perusahaan -khususnya yang bergerak pada sektor perkebunan kelapa sawit- masih menjadi temuan yang acapkali menjadi biang masalah karhutla.

Ini misalnya nampak pada temuan lapangan Walhi Kalsel. Selama sembilan bulan (Juli 2019 – Maret 2020) Walhi Kalsel memantau dan mengumpulan data titik panas dan karhutla di beberapa wilayah. Kawasan yang dipantau adalah yang masuk kawasan hidrologis gambut –bagian konsesi perusahaan perkebunan sawit berskala besar-, terjadi karhutla berulang, dan masih adanya konflik masyarakat versus perusahaan.

Pemantauan Walhi menemukan adanya kecenderungan peningkatan jumlah titik panas pada Juli – September 2019 di Kalsel. Pada bulan Juli jumlah titik panas hanya pada kisaran 300 dan meningkat menjadi lebih dari 5000 titik panas pada September dengan area gambut terbakar seluas 45911,2 hektare.

Kabupaten yang lahan gambutnya paling terbakar berada di Tapin dan Hulu Sungai Selatan, yakni 32,5 dan 43,2 persen dari total gambut terbakar di Kalsel. Tapin dan HSS yang paling banyak konsesi sawit di lahan gambutnya, diduga kuat hal ini memengaruhi peningkatan luas kebakaran lahan di dua kabupaten itu.

Titik panas dan lahan terbakar di setiap perusahaan sebanyak 106 titik di wilayah konsesi sebuah perusahaan di Tapin yang menyebabkan 1972,2 hektare lahan terbakar. Sebanyak 39 titik api berada di konsesi di Hulu Sungai Selatan dengan luas area terbakar sebanyak 1073,7 hektare. Kebakaran terjadi di wilayah konsesi perusahaan yang belum ditamani. Tentu tanggungjawab perusahaan untuk menghentikan kebakaran.

Temuan Walhi menegaskan adanya semacam perbedaan penanganan ekosistem rawa gambut antara perusahaan dan non-perusahaan. Artinya, dari fakta serius ini mestinya pemerintah bisa memaksimalkan komunikasi serta pengawasan terhadap para pihak yang berpotensi mengakibatkan karhutla.

Pengawasan ini juga patut dibarengi dengan penegakan hukum untuk para pelaku karhutla. Dari data tahun 2019, Polda Kalsel menindak empat perusahaan perusahaan sawit dan puluhan individu. Tahun ini, mestinya aparat bisa lebih tegas menindak lebih banyak lagi.

Jangan sampai, pada tahun ini, hanya karena dominannya perhatian dan energi berbagai pihak pada pandemi Covid-19, persoalan karhutla yang pernah terjadi menjadi terabaikan. (*/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X