Perjalanan Panjang Menagih Komitmen Perusahaan Batubara: Minta Kompensasi Satu Triliun

- Selasa, 25 Agustus 2020 | 11:04 WIB
TAMBANG: Pertambangan tepat di pinggir jalan dekat pelabuhan fery Tanjung Serdang Pulau Laut Tengah, Kotabaru beberapa waktu yang lalu. |  Foto: Zalyan S Abdi/Radar Banjarmasin
TAMBANG: Pertambangan tepat di pinggir jalan dekat pelabuhan fery Tanjung Serdang Pulau Laut Tengah, Kotabaru beberapa waktu yang lalu. | Foto: Zalyan S Abdi/Radar Banjarmasin

Kesepakatan antara perusahaan tambang Pulau Laut dengan pemerintah daerah kembali berubah. Setelah sebelumnya Pemda meminta kompensasi sebesar Rp700 miliar, kali ini mereka menaikkannya menjadi Rp 1 triliun untuk pembangunan jembatan.

---

Ketua DPRD Syairi Mukhlis mengatakan pemerintah Kotabaru memang berencana mengubah isi MoU sebelumnya. Tidak semua dana itu peruntukannya ke jembatan. Sebagian akan dialokasikan untuk infrastruktur-infrastruktur prioritas. "Bupati yang lebih tahu," ucapnya.

Rencananya, Rabu pekan ini, Bupati dan Ketua DPRD berangkat ke Jakarta, bertemu dengan manajemen perusahaan tambang di Pulau Laut. Minggu (23/8), Sekda Said Akhmad mengatakan, pertemuan itu dalam rangka negoisasi perubahan MoU. "Kita tunggu hasilnya," ucapnya.

Lantas dari mana angka Rp1 T itu? Jawab Sekda, berdasarkan perjanjian awal, perusahaan harus membangun jembatan yang diprediksi menelan dana hingga Rp1 triliun. Sebuku Group sebagai perusahaan tambang yang akan memenuhi kompensasi ini sekarang dimiliki oleh Sedayu Group.


Sebuku Group punya sejarah panjang dalam eksploitasi batubara di Kotabaru. Sebelum diberikan izin menambang di Pulau Laut, Sebuku Group meneken MoU dengan Bupati Kotabaru kala itu, M Sjachrani Mataja, pada Juli 2010 silam. Perusahaan wajib membangun jembatan penyeberangan dari Pulau Laut ke Pulau Kalimantan.

Perusahaan juga diminta membangun waduk, PLTU, pelabuhan, pabrik baja. Serta, serapan tenaga kerja lokal minimal 70 persen.

Di zaman Bupati Irhami Ridjani, pembangunan jembatan tidak dapat dilanjutkan. Titik lokasi yang diinginkan pemerintah daerah masuk dalam cagar alam. Ditambah, adanya rencana proyek nasional pengerjaan jembatan dari pemerintah pusat.

Isi MoU kemudian diubah pada 2014. Kewajiban jembatan dihapus. Diganti dengan kompensasi Rp700 miliar. Kompensasi itu harus dituangkan dalam bentuk pembangunan infrastruktur. Puluhan miliar sudah dikucurkan di zaman Irhami, salah satunya adalah sebagian kawasan wisata Siring Laut.

Namun, MoU itu habis masa berlakunya pada September 2020 nanti. Aliansi Kawal Kompensasi Tambang Pulau Laut (AK2TPL) pada Maret 2020, menggelar rapat dengar pendapat di DPRD Kotabaru. Mereka meminta pemerintah dan perusahaan segera memperbaharui MoU. Sebelum masa berlakunya habis.

Manajer PT Sebuku Tanjung Coal (Sebuku Group) Yohan Gessong dalam rapat itu mengatakan, perusahaan tetap komitmen dengan perjanjian dalam MoU. Mereka pun setuju memperbaharui sebelum masa berlaku habis.

Senin (24/8) kemarin, Ketua AK2TPL Rohmat Iswanto mengaku tidak mengetahui adanya perubahan dari tujuh ratus miliar menjadi satu triliun. "Saya tidak bisa berkomentar, karena kami tidak diajak (pembahasan tersebut)," akunya.

Dia menegaskan, mereka hanya fokus mengejar realiasasi kompensasi tambang itu. "Agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Diantaranya pembangunan rumah sakit, jalan lingkar kotabaru, infrastruktur pendidikan, infrastruktur perikanan nelayan, pemberdayaan ekonomi daerah terdampak," tuntasnya.

Sejarah Tambang Pulau Laut

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X