Menyulap Sisa Ketupat Menjadi Rezeki; Tak Merengut, Apalagi Mengeluh

- Senin, 31 Agustus 2020 | 11:54 WIB
MERAUT LIDI: Marni, junior Swarna, meraut lidi sisa ketupat untuk dijadikan tusuk sate. Dia tinggal di Kampung Kenanga, Sungai Jingah. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
MERAUT LIDI: Marni, junior Swarna, meraut lidi sisa ketupat untuk dijadikan tusuk sate. Dia tinggal di Kampung Kenanga, Sungai Jingah. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Meski uzur, tangan perempuan itu masih terampil meraut bilah lidi. Begitu terkumpul 100 bilah, lidi pun dijemput pembeli.

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin --

POHON nipah biasa tumbuh di hutan bakau. Atau di daerah pasang surut air. Daunnya biasa digunakan untuk anyaman ketupat. Sementara lidinya dibuang.

Di tangan Marni dan Swarna, sisa daun nipah itu disulap menjadi berguna. Bagian lidi diraut hingga halus, kemudian dijual.

Kemarin (30/8), bocah-bocah di Kampung Kenanga, Sungai Jingah, asyik bersepeda di tengah siang yang terik. Melintasi jalan-jalan sempit yang dicor semen.

Gelak tawa terdengar, ketika ada yang usil. Sandal seorang bocah diembat dan dibawa lari.

Di belakang mereka, tampak tumpukan batang lidi sedang dijemur. Di teras rumah berkelir biru, Marni sedang meraut tumpukan lidi kering.

"Kalau cuaca cerah, cukup dijemur dua hari. Baru bisa nyaman diraut," kata perempuan 48 tahun itu.

Selain memudahkan perautan, jemuran juga membuat lidi awet dan tahan lama. "Biasanya dijadikan tusuk sate atau sapu. Tapi paling jadi tusuk sate," tambahnya.

Tiap lidi punya panjang 1,2 meter. Per seratus batang dijual Rp2.500 sampai Rp3.000.

Ibu dua anak ini memperoleh bahan bakunya secara gratis. Dari perajin ketupat yang bertetangga dengannya. Menurutnya, ketimbang dibuang, lebih baik diolah. "Alhamdulillah sudah punya pelanggan tetap," ucapnya seraya tersenyum.

Di Kampung Kenanga, hanya dua orang yang mengejarkan lidi. Swarna adalah senior Marni. Rumahnya juga tak jauh dari sana.

Bila Marni meraut lidi sebagai pekerjaan sampingan, berbeda dengan Swarna. Perempuan 80 tahun itu benar-benar menggantungkan hidupnya dari sisa daun nipah tersebut.

Mengunjungi rumahnya, Swarna juga sedang sibuk meraut. Tangannya yang keriput tampak masih telaten. "Tidak menentu berapa banyak bilah. Kalau saya capek, tinggal rebahan," tuturnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB

Warga HSU Dilarang Bagarakan Sahur Pakai Musik

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:15 WIB
X