Menyoal Perwali Penegakan Hukum Protokol Kesehatan

- Senin, 31 Agustus 2020 | 11:56 WIB
Rahmad Ihza Mahendra, Peneliti Pusat Studi Ilmu Hukum dan Demokrasi (PUSDIKRASI) Banjarmasin
Rahmad Ihza Mahendra, Peneliti Pusat Studi Ilmu Hukum dan Demokrasi (PUSDIKRASI) Banjarmasin

Kota Banjarmasin merupakan salah satu daerah penyebaran Covid-19 yang cukup tinggi. Per Sabtu, 29 agustus 2020 terdapat penambahan 38 kasus positif baru. Saat ini untuk mencegah penularan yang semakin tinggi pemerintah kota menerbitkan sanksi apabila tidak menggunakan masker. Sanksi itu diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Banjarmasin Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan.

===========================
Oleh: Rahmad Ihza Mahendra
Peneliti Pusat Studi Ilmu Hukum dan Demokrasi (PUSDIKRASI) Banjarmasin
===========================

Perwali menyebutkan ada sanksi bagi pelanggar yang tertuang pada Bab IX Pasal 12 yang terdiri dari 4 ayat. Sanksi dikenakan bagi orang yang tidak melaksanakan kewajiban memakai masker di luar rumah atau tempat umum dan fasilitas umum. Pertama sanksi teguran, kedua sanksi teguran tertulis, hingga sanksi pembinaan fisik dan sanksi denda Rp100 ribu. Kemudian wewenang untuk penegakkan perwali ini diberikan kepada Satpol PP dan dibantu aparat kepolisian dan TNI.

Adapun yang menjadi dasar ditetapkannya Peraturan Wali Kota (Perwali) Banjarmasin Nomor 60 Tahun 2020 adalah sebagai tindak lanjut atas Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020, untuk menetapkan dan menyusun peraturan yang memuat sanksi terhadap pelanggaran protokol kesehatan. Untuk itu jika dilihat dari rujukan Perwal aquo, maka bagaimana kedudukan Inpres dalam peraturan perundang-undangan.

Instruksi Presiden bukan termasuk dalam hirarkis atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, merujuk pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 15/2019).

Inpres bukan merupakan keputusan yang mengikat umum (semua orang, tiap orang). Instruksi merupakan perintah atasan kepada bawahan yang bersifat individual, konkret, dan sekali-selesai (final, einmahlig), sehingga tidak dapat digolongkan dalam wetgeving atau beleidsregel. Inpres hanya dapat mengikat menteri, kepala lembaga pemerintah nondepartemen, atau pejabat-pejabat pemerintah yang berkedudukan di bawah presiden dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan. Inpres, menurut Jimly Asshiddiqie merupakan “policy rules” atau “beleidsregels”, yaitu bentuk peraturan kebijakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang biasa.

Disebut “policy” atau “beleids” atau kebijakan, karena secara formal tidak dapat disebut atau memang bukan berbentuk peraturan yang resmi. Instruksi presiden hanya terbatas untuk memberikan arahan, menuntun, membimbing dalam hal suatu pelaksanaan tugas dan pekerjaan.

Peraturan Wali Kota (Perwali) Banjarmasin Nomor 60 tahun 2020 secara eksplisit, seperti dimuat dalam Bab IX Pasal 12, mengenai sanksi, apabila tidak menggunakan masker. Apakah sudah terpenuhi dalam syarat pembentukan perundang-undangan. Berdasarkan pengaturan Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka Peraturan Daerah Kota dan Peraturan Wali Kota berkedudukan di bawah Undang-Undang dalam hirarki peraturan perundang-undangan.

Perwali Banjarmasin Nomor 60 Tahun 2020 kedudukannya sebagai peraturan pelaksana dari peraturan daerah, namun dalam hal ini belum ada perda yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan penegakan hukum protokol kesehatan. Sehingga perwali ini dibuat untuk mengisi kekosongan hukum tentang penegakan hukum protokol.

Sementara itu, dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, isi dari materi muatannya harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 6 Ayat (1) tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan, yaitu:

Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas: pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Materi muatan Perwali Banjarmasin Nomor 60 Tahun 2020 berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2011, bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu asas pengayoman dan asas kemanusiaan. Mengingat dengan diterbitkannya perwali a quo akan menimbulkan kemungkinan tindakan refresif, penyalahgunaan wewenang dan pembebanan kepada masyarakat.

Kewenangan akan muncul apabila ditetapkannya suatu peraturan perundang-undangan, dengan menetapkan sanksi apabila melanggar suatu protokol kesehatan merupakan sebuah upaya paksa, sehingga tidak akan efektif.

Pada teori sistem hukum yang dikemukakan Lawrence M Friedman, efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture). Adanya perwali memang sudah memenuhi unsur struktur hukum, namun tidak dengan substansi hukum dan budaya hukum masyarakat Banjarmasin.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X