Subsidi Kuota Bukan Solusi Tunggal

- Sabtu, 5 September 2020 | 10:39 WIB
Hj Helda Rahmawati, S.Sos, S.Pdi, Guru PNS MAN 1 AMUNTAI
Hj Helda Rahmawati, S.Sos, S.Pdi, Guru PNS MAN 1 AMUNTAI

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia telah berdampak secara signifikan pada perubahan kehidupan pendidikan masyarakat Indonesia. Rutinitas dari pembelajaran yang selama ini terbiasa tatap muka di sekolah, tampak sudah terbiasa digantikan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah. Dengan penerapan sistem pendidikan dalam jaringan (Daring) berbasis internet.

================================
Oleh: Hj Helda Rahmawati, S.Sos, S.Pdi
Guru PNS MAN 1 AMUNTAI
================================

Meski terkesan mudah, tapi implementasi PJJ ini telah menemui banyak hambatan berarti bagi banyak orang. Satu persoalan yang sangat terasa dari pelaksanaan PJJ adalah soal beban pembelian kuota internet. Daring PJJ berbasis internet nyatanya membutuhkan kuota internet yang besar. Dan ini teramat membebani pendidik dan peserta didik. Tak pelak, hal ini pun memunculkan keluhan dari para orang tua siswa, mahasiswa, guru dan dosen terkait banyaknya pengeluaran mereka, karena harus membeli kuota internet. 

Menyikapi hadirnya permasalahan baru ini, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memberikan inisiatif kebijakan pemberian kuota internet gratis untuk PJJ. Dalam rapat kerja Komisi X DPR (27/8/2020), Mendikbud RI Nadiem Makarim menyatakan akan memberikan subsidi kuota internet kepada para siswa, guru, mahasiswa dan juga dosen.

Mendikbud RI menyatakan bahwa Kemendikbud telah menganggarkan dana sebesar Rp 7,2 triliun untuk subsidi kuota internet bagi siswa, guru, mahasiswa, dan dosen. Rencananya subsidi pulsa berlaku selama empat bulan. Perinciannya setiap orang akan mendapat subsidi kuota internet sebesar 35 GB per bulan, guru 45 GB per bulan, mahasiswa dan dosen 50 GB per bulan. 

Inisiatif Kemendikbud RI dalam memberikan kebijakan subsidi kuota internet kepada masyarakat Indonesia boleh jadi menjadi berkontribusi dalam PJJ yang selama ini intens dilakukan. Akan tetapi dalam sisi yang lain kebijakan pemberian subsidi kuota internet ini juga dapat memberi celah permasalahan yang tak kalah rumit.

Masalah keadilan pemberian subsidi kuota internet, perbedaan kualitas layanan internet yang berbeda antarpulau di Indonesia, kebutuhan kuota internet yang berbeda–beda, hingga kemungkinan adanya korupsi dari penanggung jawab kebijakan menjadi sederet masalah yang dapat muncul dalam kebijakan pemberian subsidi kuota internet.

Kebijakan Kemendikbud memberi subsidi kota internet secara ekonomis memang dapat mengurangi beban pengeluaran keluarga. Terlebih subsidi pemberian kuota internet ini hadir saat menurunnya nilai pendapatan banyak keluarga akibat pembatasan sosial yang diterapkan oleh pemerintah selama masa pandemi Covid-19. Namun demikian, pemberian subsidi kuota internet ini juga harus digunakan secara optimal untuk pembelajaran daring dan bukan untuk bermain game online.

Di sini perlunya peran pemerintah untuk memastikan pemberian kuota subsidi telah sesuai peruntukannya dan benar-benar digunakan untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran daring.

Dalam perencanaannya, alokasi anggaran subsidi kuota internet ini akan diambil dari realokasi anggaran Program Organisasi Penggerak (POP) 2020, di mana pihak Kemendikbud telah menganggarkan anggaran POP sebesar Rp 596 miliar. Mengingat program pelaksanaan POP akan ditunda hingga 2021 akibat banyaknya sikap penolakan atas progam ini. Dengan pemindahan alokasi anggaran ini, optimalisasi pendidikan masa pandemi dengan program PJJ diharapkan akan membantu proses belajar dan mengajar.

Jika kita analisa bersama, pelaksanaan PJJ dengan daring internet di seluruh wilayah Indonesia, sebenarnya bukan hanya persoalan optimalisasi ketersediaan kuota internet saja. Tapi juga menyangkut persoalan lain. Tak semua kalangan masyarakat mampu menyediakan infrastruktur utama dari penunjang pembelajaran daring seperti halnya laptop dan gadget.  

Sampai hari ini ada banyak siswa, guru dan dosen yang mengalami masalah karena keterbatasan laptop dan gadget, utamanya yang tinggal di wilayah kabupaten pada kepulauan yang jauh dari sentrisme ibukota Indonesia.  Hal ini pun membuktikan bahwa dilema pembelajaran daring sesungguhnya tak hanya terpaku pada soal ketersediaan kuota internet.


Atensi Pusat dan Daerah

Implementasi pendidikan daring membutuhkan sebuah atensi besar dan khusus dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah juga perlu mempersiapkan secara rapi rancangan kurikulum pendidikan daring yang tepat. Memberikan kelengkapan sarana dan prasarana, khususnya dukungan jaringan internet dan kelengkapan perangkat komunikasi.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X