Banjarmasin - Pengamat perkotaan Subhan Syarif menilai, ada sejumlah faktor yang mengakibatkan minimnya kesadaran masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan.
Pertama, lemahnya peranti aturan. Pada saat Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 68 Tahun 2020 digodok, pemko belum sepenuhnya memahami kultur masyarakat.
Pencegahan pandemi adalah perkara yang belum pernah atau jarang dilakoni masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
"Dalam artian, sosialisasi dan pembimbingan belum maksimal. Padahal penting," bebernya kepada Radar Banjarmasin, kemarin (14/9).
Subhan mengaku kerap mengusulkan kepada pemko agar selalu menggerakkan RT (Rukun Tetangga) dalam sosialisasi penerapan protokol kesehatan.
Agar sebelum Perwali ditegakan, masyarakat sudah mudah memahami apa-apa yang penting dalam pencegahan penularan virus corona.
"Bila ketua RT dilibatkan, mereka bisa mendatangi rumah-rumah warganya. Agar patuh terhadap protokol. Pendekatan secara persuasif pun bisa lebih mudah. Ini yang saya lihat tidak dilaksanakan dengan baik oleh pemko," kritiknya.
Kedua, soal timing. Bahwa pemko terlampau terburu-buru menerbitkan Perwali. Tanpa kajian matang, apakah masyarakat bisa menerima atau tidak.
Bila upaya mengedukasi masyarakat terkait pandemi saja masih kurang, maka respons cuek takkan mengejutkan.
"Kultur kita berbeda dengan masyarakat luar. Jadi cara kita bersosialisasi pun juga berbeda. Kelemahan mendasar pemerintah, yakni tidak memiliki konsep atau rencana strategis yang betul-betul bisa diterima publik," tuntas Subhan. (war/fud/ema)