Polemik Tambang Meratus: Sudah Diputus Kalah oleh Mahkamah Agung, PT MCM Melawan Balik

- Kamis, 24 September 2020 | 13:30 WIB
SELAMATKAN MERATUS: Desa Nateh di Pegunungan Meratus adalah sebagian wilayah area IUP PT Mantimin  Coal Mining. Area ini menjadi objek sengketa Walhi dan PT MCM. | Foto: Dokumen Radar Banjarmasin
SELAMATKAN MERATUS: Desa Nateh di Pegunungan Meratus adalah sebagian wilayah area IUP PT Mantimin Coal Mining. Area ini menjadi objek sengketa Walhi dan PT MCM. | Foto: Dokumen Radar Banjarmasin

BANJARBARU - PT Mantimin Coal Mining (MCM) ngotot ingin menambang batubara di kawasan Pegunungan Meratus. Seakan tak terima dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan Walhi Kalsel, PT MCM ternyata melawan dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Perlawanan PT MCM ihwal putusan MA tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono. "Tertanggal 3 September 2020, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menerima memori PK dari PT MCM," katanya saat jumpa pers di Walhi Kalsel, kemarin.

Dia mengungkapkan, PT MCM mengajukan PK terhadap putusan MA nomor 369K/TUN/LH/2019 tanggal 15 Oktober 2019. Dalam putusan itu MA mengabulkan kasasi Walhi, terkait gugatan terhadap Menteri ESDM dan PT MCM atas terbitnya SK Menteri ESDM tentang penyesuaian tahap kegiatan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara PT MCM menjadi tahap kegiatan operasi produksi di kawasan Pegunungan Meratus.

Setelah mendengar kabar itu, pria yang akrab disapa Cak Kis ini menegaskan bahwa Walhi juga bakal melakukan perlawanan dengan mengajukan kontra PK. "Perjuangan keselamatan rakyat dan lingkungan di Meratus masih panjang. Walhi akan terus mengawal dan melakukan penolakan terhadap upaya eksploitasi dan perusakan lingkungan di Kalsel. Kami mengajak seluruh komponen masyarakat agar terus merapatkan barisan," bebernya.

Kis mengungkapkan, perjuangan Walhi sudah dimulai sejak 2018. Kala itu, mereka bersama Kuasa Hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta dengan tergugat ESDM dan tergugat intervensi PT MCM pada 28 Februari 2018. "Namun pada 22 Oktober 2018, putusan PTUN Jakarta Niet Ontvankelijke Verklaard (NO)," ungkapnya.

Tidak ingin mengalah, Walhi Kalsel kemudian mengajukan banding ke PT TUN Jakarta pada 14 November 2018. Akan tetapi, pada 14 Maret 2019 PT TUN menguatkan putusan PTUN bahwa Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).

"Setelah itu, kami mengajukan kasasi di MA. Pada 15 Oktober 2019 diputuskan MA bahwa kita menang, dengan amar putusan; Kabul Kasasi, Batal Judex Facti, Adili Sendiri, Kabul Gugatan, Batal Objek Sengketa. Tapi, PT MCM mengajukan PK," ujar Kis.

Menurutnya, pengajuan PK oleh PT MCM merupakan alarm sekaligus genderang perang bahwa aktor investasi berbasis eksploitasi atau perusak lingkungan bersikeras mengubah bentang alam Pegunungan Meratus yang masih tersisa.

"Pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM seharusnya menerima dan menjalankan putusan kasasi oleh MA. Sangat jelas fakta di lapangan begitu banyak gelombang penolakan terhadap investasi perusak lingkungan di Kalsel, khususnya penolakan terhadap eksploitasi Pegunungan Meratus," ujarnya.

Dia menyebut, jika PT MCM yang memiliki izin seluas 5.900 hektare meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan dan Hulu Sungai Tengah melakukan ekploitasi maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan.

"Selain fasilitas umum, diantaranya sekolah, tempat ibadah, jalan, jembatan, bendungan dan lainnya. Bentang alam karst dan ekosistem di dalamnya menjadi yang paling terdampak atas kehadiran investasi perusak lingkungan ini," sebutnya.

Aktivitas eksploitasi juga menurutnya akan menjadi pemicu datangnya bencana ekologis yang masif ke depannya. "Selain itu, referensi speleologi karst yang berlimpah di Pegunungan Meratus juga terancam hilang," paparnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Hulu Sungai Tengah, M Yani menyampaikan bahwa Pemkab HST juga terus berupaya agar Pegunungan Meratus tidak dieksploitasi. "Isu penyelamatan Meratus menjadi salah satu fokus dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) HST," ucapnya.

Ditegaskannya, kelestarian Pegunungan Meratus sangat penting bagi masyarakat. Sebab, hanya kawasan itu yang saat ini menjadi sumber kehidupan yang tersisa. "Di samping itu, Meratus belum ditambang saja Barabai sudah banjir. Apalagi kalau ditambang," tegasnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

EO Bisa Dijerat Sejumlah Undang-Undang

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB

Pengedar Sabu di IKN Diringkus Polisi

Rabu, 24 April 2024 | 06:52 WIB

Raup Rp 40 Juta Usai Jadi Admin Gadungan

Selasa, 23 April 2024 | 09:50 WIB

Masih Abaikan Parkir, Curanmor Masih Menghantui

Selasa, 23 April 2024 | 08:00 WIB

Pembobol Gudang Kampus Poliban Tertangkap

Minggu, 21 April 2024 | 17:20 WIB
X