Pandemi dan Kemiskinan Kita

- Jumat, 25 September 2020 | 13:54 WIB
Budi Kurniawan, Direktur Pusat Data, Analisis, Media, dan Masyarakat (PADMA) Kalsel
Budi Kurniawan, Direktur Pusat Data, Analisis, Media, dan Masyarakat (PADMA) Kalsel

Sejak pertama mengonfirmasi kasus Covid-19 pada awal Maret 2020, sejak itu pula Indonesia berubah masuk dalam persoalan dan cobaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Covid-19 tak hanya jadi masalah bagi kesehatan. Yang terdampak parah, sektor ekonomi. Instrumen pembatasan aktivitas masyarakat misalnya berpengaruh berpengaruh kegiatan bisnis yang berimbas pada ekonomi Indonesia.

===================
Oleh: Budi Kurniawan
Direktur Pusat Data, Analisis, Media, dan Masyarakat (PADMA) Kalsel
===================

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Pada kuartal I 2020, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 persen, turun jauh dari pertumbuhan sebesar 5,02 persen pada periode yang sama pada 2019. Pertumbuhan ekonomi yang menurun drastis itu berdampak pada situasi ketenagakerjaan.

Berdasarkan Kementerian Ketenagakerjaan April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya. Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Rinciannya, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Sementara itu, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal adalah sebanyak 34.453 perusahaan dan 189.452 orang pekerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka meningkat dari 4,99 persen pada Februari 2020 (data BPS) menjadi sekitar 6,17 persen–6,65 persen pada Maret 2020. Persentase ini setara dengan peningkatan jumlah pengurangan penyerapan tenaga kerja yang mencapai sekitar 1,6 juta hingga 2,3 juta orang. Dilihat dari sebaran sektornya, perdagangan adalah sektor yang paling banyak mengalami pengurangan penyerapan tenaga kerja. Hasil estimasi menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor ini berkurang sekitar 677.100–953.200 orang.

Jika dilihat dari proporsinya, konstruksi adalah sektor yang paling banyak mengurangi penyerapan tenaga kerja dengan proporsi sebesar 3,2 persen–4,5 persen dari jumlah pekerja di sektor tersebut pada Februari 2020. Meski demikian, ada sektor-sektor yang diperkirakan masih menyerap tenaga kerja, seperti jasa pendidikan, informasi dan komunikasi, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, serta jasa keuangan dan asuransi. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada kuartal I 2020, produk domestik bruto (PDB) sektor ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019.

Data dari Direktorat Pajak Kemenkeu menunjukkan konsumsi rumah tangga atau daya beli yang merupakan penopang 60 persen terhadap ekonomi jatuh cukup dalam. Hal ini dibuktikan dengan data dari BPS yang mencatatkan bahwa konsumsi rumah tangga turun dari 5,02 persen pada kuartal I 2019 ke 2,84 persen pada kuartal I tahun ini.

***

Ujung dari keterpurukan ekonomi ini bermuara pada meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Menurut data BPS menyatakan, pada Maret 2020 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 1,63 juta orang dibandingkan periode September 2019. Jumlah penduduk miskin RI saat ini tercatat sebanyak 26,42 juta orang. Bappenas memprediksikan angka kemiskinan hingga akhir 2020 mencapai 28,7 juta penduduk. Angka ini bisa muncul bila pemerintah tidak melakukan intervensi serta pertumbuhan ekonomi mencapai minus 0,4 persen.

Untuk persentase penduduk miskin pada Maret 2020 tercatat sebesar 9,78 persen meningkat 0,56 poin persentase terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 poin persentase terhadap Maret 2019. Lebih lanjut, dia pun mengatakan, kondisi pandemi ini memengaruhi seluruh lapisan masyarakat. Namun demikian, dampak yang lebih dalam paling dirasakan oleh masyarakat lapisan bawah.

Berdasarkan hasil survei sosial demografi BPS, kelompok masyarakat lapisan bawah atau berpendapatan rendah, 70 persen mengaku mengalami penurunan pendapatan. Untuk masyarakat berpendapatan tinggi, yakni di atas Rp 7,2 juta, sebanyak 30 persen mengaku pendapatannya berkurang selama pandemi.

***

Itu data secara nasional. Dalam soal kemiskinan di Kalsel lain lagi ceritanya. Berdasarkan data
BPS Kalsel, penduduk miskin di Kalsel pada September 2019 - Maret 2020 berkurang 2,42 ribu orang. Pada September 2019 BPS Kalsel mencatat warga miskin berjumlah 190,29 ribu. Dan pada Maret 2020 turun menjadi 187,87 ribu orang.

Angka ini menurut BPS menunjukkan tingkat kemiskinan di Kalsel terendah di regional Kalimantan, dengan persentase 4,38 dari total penduduk. Di nasional persentase penduduk miskin Kalsel berada di urutan kedua terendah. Di perkotaan mencapai 3,61 persen dengan jumlah penduduk miskin 73,09 ribu orang. Di pedesaan tingkat kemiskinanmencapai 5,08 persen dengan jumlah penduduk miskin 114,78 ribu orang.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X