Menyoal Baliho Calon Kepala Daerah

- Sabtu, 26 September 2020 | 12:54 WIB
M Rezky Habibi R, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat
M Rezky Habibi R, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020 sudah dipastikan tetap dilaksanakan pemungutan suara pada tanggal 9 Desember berdasarkan kesimpulan rapat kerja atau rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu dan DKPP pada hari Senin 21 September lalu.

=======================
Oleh: M Rezky Habibi R
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat
=======================

Keputusan politik untuk tetap melanjutkan tahapan demi tahapan pilkada dan pemungutan suara berdasarkan PKPU No 5 Tahun 2020, tentu saja hal ini bertolak belakang dengan desakan dari koalisi masyarakat sipil melalui petisi tunda pilkada di tengah belum melandainya badai pandemi Covid-19.

Terlepas dari polemik keputusan politik untuk tetap melanjutkan pilkada, dari 270 (dua ratus tujuh puluh) daerah provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia, termasuk daerah provinsi, kabupaten dan kota di Kalsel, telah melewati sejumlah tahapan pilkada. Adapun baru saja proses pelaksanaan pilkada telah memasuki tahapan krusial yaitu penetapan pasangan calon pada tanggal 23 September lalu. Tahapan ini merupakan salah satu yang penting sebagai hulu dari proses kandidasi pasangan calon dan lahirnya subjek hukum pasangan calon sebagai peserta pilkada yang nantinya akan dipilih.

Jika ditarik ke belakang, jauh-jauh hari sebelum penetapan pasangan calon, 24 (dua puluh empat) bakal pasangan calon di Kalsel yang hari ini telah secara resmi ditetapkan sebagai pasangan calon justru telah memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui baliho, spanduk dan lain sejenisnya yang bertebaran. Sampai sekarang di sejumlah ruas jalan provinsi dan kabupaten atau kota masih marak terpasang.

Pertanyaan yang muncul, apakah Bawaslu Provinsi dan Kabupaten atau Kota (baca; Bawaslu) berwenang dalam menindak baliho, spanduk dan sejenisnya yang memuat foto diri bakal pasangan calon dan/atau bakal calon setelah penetapan pasangan calon tanggal 23 September lalu, sampai sebelum tahapan kampanye tanggal 26 September dimulai? Dan bagaimanakah kedudukan hukum baliho, spanduk dan sejenisnya milik program pemerintah daerah yang terdapat foto diri petahana pada saat cuti kampanye?


Kewenangan Bawaslu

Lahirnya subjek hukum pasangan calon melalui penetapan KPU menjadi dasar kewenangan bagi Bawaslu untuk melakukan pengawasan terhadap baliho, spanduk dan sejenisnya yang memuat foto diri bakal pasangan calonyang telah ditetapkan sebagai pasangan calon pada tanggal 23 September lalu.
Landasan yuridis yang mendasari kewenangan Bawaslu untuk menindaklanjuti baliho, spanduk dan sejenisnya mengingat baliho, spanduk dan sejenisnya tersebut bukanlah alat peraga kampanye yang dimaksud pada tahapan kampanye tanggal 26 September yang nantinya ditetapkan KPU dengan memperhatikan usul dari pasangan calon untuk jadwal pelaksanaan kampanye.

Terlebih baliho, umbul-umbul dan spanduk alat peraga kampanye haruslah berdasarkan besaran ukuran yang telah diatur dalam Pasal 61 PKPU No 10 Tahun 2020. Pemasangannya harus dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat. Serta jumlah alat peraga kampanye yang dicetak, dipasang dan/atau ditayangkan oleh pasangan calon paling banyak 200 % (dua ratus persen) dari jumlah yang difasilitasi oleh KPU.

Bahkan, KPU dalam menetapkan keputusan tentang lokasi pemasangan alat peraga kampanye terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, perangkat kecamatan, dan perangkat desa atau sebutan lain/kelurahan untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga kampanye.

Berdasarkan hal tersebut, baliho, spanduk dan sejenisnya yang memuat foto diri bakal pasangan calon dan/atau bakal calon yang telah ditetapkan sebagai pasangan calon tidak memiliki legalitas dalam aspek hukum kepemiluan atau dengan kata lain tidak memiliki pijakan dasar hukum. Mengingat tidak semua didasarkan pada ukuran yang telah diatur dalam Pasal 61 PKPU No 10 Tahun 2020 dan lokasi pemasangan alat peraga kampanye belum dikeluarkan oleh KPU melalui produk hukum keputusan.

Oleh karena itu, baliho, spanduk dan sejenisnya yang memuat foto bakal pasangan calon yang telah ditetapkan sebagai pasangan calon pada tanggal 23 September lalu, menjadi kewenangan pengawasan Bawaslu sebagai hasil pengawasan atas dugaan pelanggaran administrasi pemilihan. Bawaslu berwenang untuk menyampaikan temuan kepada KPU untuk ditindaklanjuti sebagai rekomendasi. Bawaslu tidak memiliki kewenangan memutus pelanggaran administrasi (adjudikasi) sebagaimana halnya Bawaslu dalam kewenangan di pemilu.

Berkenaan dengan hal itu, KPU mempunyai kewenangan pula untuk menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan yang berasal dari hasil pengawasan terkait adanya dugaan pelanggaran pilkada, sebagaimana perintah Pasal 11 huruf n dan Pasal 13 huruf p UU No 8 Tahun 2015.

Pada tahapan inilah peran sentral Bawaslu sebagai pengawas pilkada menjadi penting untuk melakukan koordinasi dengan Satpol-PP provinsi dan kabupaten atau kota (baca; Satpol-PP), serta instansi terkait lainnya dalam menjalankan fungsi pencegahan yang diamanatkan Pasal 98 ayat (1) huruf c UU No 7 Tahun 2017 melalui pembentukan tim penertiban. Langkah ini sebagai antisipasi apabila rekomendasi Bawaslu yang diserahkan kepada KPU tidak terlaksana, mengingat dalam ilmu hukum “rekomendasi” tergolong pada norma yang bersifat lemah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X