Sudahkah Anda Tahu Hak Anda Untuk Tahu?

- Sabtu, 3 Oktober 2020 | 11:51 WIB
Rahmiati, S.HI, MH, Komisioner Komisi Informasi Kalsel
Rahmiati, S.HI, MH, Komisioner Komisi Informasi Kalsel

Tanggal 28 September diperingati sebagai Hari Hak untuk Tahu Sedunia (The International Right To Know Day). Munculnya peringatan ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat agar tahu dan sadar bahwa mereka memiliki hak dan kebebasan dalam mengakses informasi-informasi publik. Hari Hak untuk Tahu Sedunia diperingati lebih dari 60 negara demokrasi di dunia. Right to Know Day (RTKD) pertama kali dideklarasikan di Sofia, Bulgaria, pada 28 September 2002. 

======================
Oleh: Rahmiati, S.HI, MH
Komisioner Komisi Informasi Kalsel
======================

Di Indonesia, sampai akhir tahun 90-an informasi publik adalah sesuatu yang langka dan sangat sulit untuk diakses dan didapatkan masyarakat. Pengklasifikasiannya sangat ketat dan terbatas mengenai informasi-informasi apa saja yang bisa dibuka dan diberitahukan kepada publik. Padahal sejatinya keterbukaan informasi adalah salah satu pilar prasyarat berdirinya negara demokrasi.

Negara harus transparan dalam hal tata kelola bangsa dan negara. Hari Hak untuk Tahu Sedunia seharusnya juga menjadi momentum bagi badan-badan publik untuk membuka diri dan berbenah diri menjalankan kewajiban untuk memberikan informasi publik sebagai hak masyarakat. Dan bagi masyarakat, peringatan ini menjadi kesempatan yang baik untuk menggunakan hak mengetahui informasi dari badan publik yang akan berdampak pada peningkatan kualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jalan panjang untuk membuka kran keterbukaan informasi memerlukan perjuangan dan konsistensi. Pada tahun 1998 sejak bergulirnya orde reformasi, tumbuh semangat untuk menerapkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih transparan dan akuntabel, sehingga dapat sejalan dengan asas demokrasiyang tertuang dalam amandemen Undang-Undang dasar 1945 yang dilakukan untuk menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Yaitu dengan terbitnya Pasal 28F dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatur hak setiap orang untuk memperoleh dan menyampaikan informasi. Karena hak atas informasi menjadi pembuka jalan bagi terjaminnya pelaksanaan hak-hak asasi lainnya. Seperti hak atas pendidikan, hak untuk hidup sejahtera, hak untuk hidup aman, dan hak warga negara lainnya. Melalui pemenuhan hak itu juga, diharapkan akan dapat membuka jalan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Sejak dilakukannya amandemen UUD 1945 tersebut, diperlukan 10 tahun jalan panjang sehingga terbitlah Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kemudian setelah undang-undang itu diberlakukan pada tahun 2009, dibentuklah Komisi Informasi untuk pertamakalinya sebagai pengawal dan penegak aturan yang diamanahkan dalam undang-undang. Kemudian diikuti pembentukan Komisi Informasi di provinsi dan kabupaten Kota di Indonesia.

Di Indonesia, Hari Hak untuk Tahu Sedunia mulai diperingati sejak tahun 2011. Dalam peringatan RTKD, nilai-nilai yang selalu disosialisasikan dan disebarluaskan adalah pertama, akses informasi merupakan hak setiap orang. Kedua, informasi yang dirahasiakan adalah informasi yang dikecualikan. Ketiga, hak untuk tahu harus diaplikasikan di semua lembaga publik. Keempat, permohonan informasi dibuat sederhana, cepat dan gratis.

Kelima, pejabat pemerintah bertugas membantu pemohon informasi untuk mendapatkan informasi. Keenam, setiap penolakan atas permohonan informasi harus berdasarkan alasan yang benar dan sesuai dengan undang-undang. Ketujuh, kepentingan publik bisa menjadi preseden untuk membuka informasi rahasia; setiap orang memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas putusan penolakan. Kedelapan, badan publik harus mempublikasikan secara proaktif informasi tentang tugas pokok mereka. Dan kesembilan, hak atas akses informasi ini harus dijamin oleh sebuah badan independen, di Indonesia melalui Komisi Informasi.

Di Kalimantan Selatan, pelaksanaan keterbukaan informasi secara sitematis dimulai dengan dibentuknya Komisi Informasi Provinsi pada tahun 2012 dan kemudian terbitnya Perda 12 tahun 2014 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai pedoman dan komitmen pelaksanaan keterbukaan informasi untuk melayani kebutuhan dan akses terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang transparan.

Sampai hari ini, di tahun 2020 berarti sudah 8 tahun berjalan. Paling tidak dengan usia sewindu tersebut harusnya masyarakat di Kalsel sudah memahami dan mengetahui hak mereka terhadap keterbukaan informasi. Bahwa kategori-kategori informasi yang dahulu tidak bisa diminta atau diketahui dengan alasan rahasia negara, maka sekarang kebanyakan sudah mengalami perubahan, karena sudah adanya semangat keterbukaan yang diamanahkan.

Keterbukaan akses informasi yang ditargetkan bagi masyarakat tersebut tentu tidak lahir dan tercipta dengan sendirinya. Perlu peran serta pemerintah daerah dan badan publik untuk menyosialisasikannya. Dan bagi badan publik sendiri, harusnya sudah memiliki perencanaan yang matang dan sistematis dalam tata kelola di lembaga masing-masing melalui dibentuknya PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) yang ada di badan publik teresebut.

Tetapi sungguh disayangkan, di Kalsel pelaksanaan keterbukaan informasi belum mencapai seperti apa yang di cita-citakan sejak bergulisnya reformasi. Pembentukan dan pengelolaan PPID sebagai pintu terdepan dalam pelayanan atas informasi kepada masyarakat di badan publik masih setengah hati. Malah ada beberapa badan publik tingkat provinsi yang masih belum mengetahui dan memahami apa itu PPID dan kaitannya dengan keterbukaan informasi. Dan di masyarakat secara umum, sangat jauh dari pengetahuan tentang haknya memperoleh informasi. Ini bisa dilihat dengan sangat minimnya pengajuan sengketa informasi ke Komisi Informasi. Saat ini permohonan sengketa informasi yang masuk masih didominasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Harapan besar, badan publik di Kalsel memiliki keinginan untuk berbenah dalam hal keterbukaan informasi publik. Karena, walaupun keterbukaan informasi sudah menjadi amanah konstitusi untuk memberikan informasi atas hak memperoleh informasi kepada masyarakat, tetapi tanpa disertai dengan adanya good will dan political will dari pemangku kebijakan, maka keterbukaan informasi hanya akan menjadi ‘hiasan konstitusi’.

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X