Keniscayaan Penghapusan Pelajaran Sejarah

- Sabtu, 3 Oktober 2020 | 11:53 WIB
Sari Oktarina, M.Pd, Kepala SMAN 11 Banjarmasin sekaligus Ketua MGMP Sejarah SMA Kalsel
Sari Oktarina, M.Pd, Kepala SMAN 11 Banjarmasin sekaligus Ketua MGMP Sejarah SMA Kalsel

Ragam siar warta bahwa mata pelajaran (Mapel) Sejarah akan dihapuskan, membuat berbagai kalangan dalam struktur sosial masyarakat terhenyak. Bahkan warga awam sekalipun mengernyitkan kening. Tetapi sikap itulah yang terjadi disaat berbagai sektor kehidupan di tanah air sedang menghadapi ujian berat, khususnya musim pandemi corona.

==========================
Oleh: Sari Oktarina, M.Pd
Kepala SMAN 11 Banjarmasin
Ketua MGMP Sejarah SMA Kalsel
==========================

Benar, mapel sejarah akan dihapus, di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan akan didegradasikan (bahasa sederhananya akan disederhanakan) kedudukannya di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Rencana itu muncul menyusul beredarnya dokumen dari kinerja pihak Kemendikbud, bertajuk Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tertanggal 25 Agustus 2020.

Sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar, sehingga akan senantiasa menjadi bagian kurikulum pendidikan. Hal ini sekaligus merupakan platform yang sudah turun temurun diwariskan sejak kemerdekaan. Intinya, sebagaimana beredar dalam draf yang membuat resah seluruh komponen pendidikan itu mapel sejarah dihilangkan pada jenjang SMK, dan menjadi mata pelajaran tidak wajib atau pilihan di jenjang SMA. Kepastiannya, kemendikbud memang sedang melakukan penyederhanaan kurikulum. Untuk mapel sejarah akan terkena perlakuan seperti itu.

Menyikapi rencana itu, sejumlah kalangan mempertanyakan rencana yang substansinya adalah dengan memperlakukan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan menghilangkannya di SMK. Draf itu sendiri sudah luas beredar di kalangan akademisi dan para guru.
Sejak Februari 2020, tim kemendikbud memang menyusun penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional. Para pihak yang terkaget-kaget dengan beredarnya draf itu umumnya memberikan kritik keras. Intinya rencana itu mencerminkan sebuah tragedi pemerintah yang sedang mencari jawaban untuk bersikap “sederhana”, bagaimana menyederhanakan sesuatu yang mendasar, tetapi dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan intelektual.

Draf yang beredar itu secara politis pendidikan bisa disebut sebagai upaya mengalihkan berbagai permasalahan yang sangat kompleks di era pandemi corona. Pancingan yang disampaikan, tetapi terkesan tidak masuk akal ini merupakan upaya pengalihan berbagai isu kompleksitas pendidikan yang sangat rumit.

Adalah hal yang sulit dipahami jika di jenjang SMA, pelajaran sejarah menjadi pilihan. Sebagai bahan perbandingan, jika menempatkan pelajaran sejarah sebagai pilihan, seperti di Singapura, siswa dan masyarakat umum bisa tidak akan pernah belajar sejarah. Pelajaran sejarah di SMA merupakan kesempatan siswa untuk mengenal bangsanya lebih jauh. Bagi bangsa Indonesia yang dari sisi kebangsaan masih berusia muda, sangat penting maknanya untuk mengembangkan jati diri bangsa, mengembangkan memori kolektif bangsa, juga mengembangkan karakter para tokoh pendiri bangsa.
Pelajaran sejarah juga mempunyai nilai sangat penting untuk mengembangkan inspirasi guna mengembalikan martabat bangsa ini sebagai bangsa yang besar, serta mengembangkan kreativitas. Hal ini harus ditanamkan kepada seluruh siswa di semua jenjang pendidikan, dengan terlebih dahulu diinisiasi oleh para guru mapel sejarah.

Bahwa semua guru sejarah harus menyadari, dari apa yang mereka lakukan (ajarkan), bisa mengembangkan kreativitas dan inovasi, bagaimana mereka menyelesaikan masalah sebagaimana teladan para pendahulu yang telah gugur mendahului kita.

Penanaman dan merekonstruksi sejarah menjadi sangat penting guna mempertebal rasa nasionalisme. Nasionalisme yang merupakan satu kesadaran suatu bangsa yang mempunyai tujuan yang sama dengan semangat kebangsaan untuk mempertahankan, mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa, merupakan hal yang mutlak ditekankan kepada rakyat Indonesia. Satu cara paling efektif dan menjadi semacam lem perekat nasionalisme adalah melalui pembelajaran sejarah. Apalagi, konkret diakui atau tidak, beberapa tahun ini, rasa nasionalisme terutama pada generasi muda dirasa tidak kuat seperti dahulu lagi.

Pada kenyataannya, banyak kejadian yang sangat disayangkan seperti generasi muda yang menggelar aksi demo, awalnya berjalan damai justru berakibat pada sikap rusuh dan kisruh. Hal yang semacam itu yang harus dihindari, khususnya generasi muda yang senang melakukan aksi turun ke jalan. Mapel sejarah menjadi benteng efektif untuk memberikan penyadaran agar perilakunya terarah kepada hal hal yang bersifat positif.

Mengapa para pemangku kepentingan tidak menyadari efek negatif terhadap perubahan kurikulum mapel sejarah ini? Faktanya semua komponen pendidikan merasa betapa generasi muda kita khususnya sudah mulai nampak kehilangan identitas. Para pelajar yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia karena gaya hidupnya cenderung mengikuti budaya barat yang dianggap oleh masyarakat dunia sebagai kiblat, akhir akhir ini memprihatinkan.

Fakta terjadinya kesenjangan sosial yang tajam antara kaya dan miskin karena persaingan bebas dalam sebuah globalisasi ekonomi yang bisa menimbulkan pertentangan antara yang kaya yang miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Apalagi munculnya sikap individualisme dapat mengakibatkan ketidakpedulian antar perilaku sesama warga berimbas pada ketidakpeduliaan seseorang dengan kehidupan suatu bangsa. Selain itu, di Indonesia sendiri sangat beragam jenis etnis, suku, ras, dan agama yang sangat beresiko terjadinya salah paham yang berujung dengan pertikaian.

Multikulturalisme sebagai fakta konkret tidak bisa begitu saja dikelola berdasarkan manajemen kekinian.
Pemupukan nasionalisme, dengan substansi memiliki rasa cinta pada tanah air (patriotisme), mempunyai nilai kebanggaan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi ataupun golongan, merupakan elemen yang mutlak harus ada untuk kehidupan multikultural.

Mengedepannya sikap toleransi atas keberagaman yang ada di Indonesia, bersedia membela dan memajukan negara demi nama bangsa, membangun sebuah rasa kekeluargaan baik persaudaraan, solidaritas, kedamaian dan anti kekerasan antarkelompok, merupakan modal dasar yang terus menerus harus dipupuk.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X