Krisis Kepercayaan

- Jumat, 9 Oktober 2020 | 14:59 WIB

SEKRETARIS Jenderal DPR, Indar Iskandar meminta polisi menindak pelapak nakal. Yang mengunggah foto gedung senayan di market place. Seperti Tokopedia, Bukalapak dan Shopee.

==========================
Oleh: Syarafuddin
Editor Halaman Metropolis Radar Banjarmasin
==========================

Kantor wakil rakyat itu dijual murah. Bahkan lebih murah dari sepatu Converse bekas. Antara Rp2.500 sampai Rp99 ribu.

Lelucon itu dinilai menghina lembaga eksekutif. Anggota dewan yang dipilih pada Pileg 2019 lalu rupanya tak bisa diajak bercanda.

Padahal, penjualan gedung DPR-MPR itu sebenarnya kritik. Sebuah satire.

Ketimbang mengurusi guyonan itu, DPR sebaiknya mengkhawatirkan mosi tidak percaya yang dicetuskan mahasiswa. Karena ini serius, bukan lelucon.

Meski tak seseram seruan revolusi atau reformasi, mosi tidak percaya bukan istilah gampangan. Hanya dipakai pada situasi gawat.

Soal pengertian, silakan putar lagu Mosi Tidak Percaya milik Efek Rumah Kaca. Dari album Kamar Gelap yang rilis tahun 2008. Sampul album itu pula yang kemudian menjadi ilustrasi opini ini (lihat gambar kambing di atas).

Soal sejarah, mari kembali ke masa republik ini masih berusia muda. Pada 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno mengangkat Mohammad Natsir sebagai perdana menterinya.

Natsir adalah ketua Masyumi, partai politik Islam terbesar pada era penerapan demokrasi liberal. Natsir dikenang sebagai menteri dengan jas bertambal dan tanpa mobil mewah.

Namun, Natsir dianggap gagal mengatasi pemberontakan Darul Islam, gerakan Andi Azis, Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dan Republik Maluku Selatan (RMS).

Dampaknya, pada 22 Januari 1950, parlemen menyatakan mosi tidak percaya kepada Natsir. Pada 21 Maret 1951, Natsir mengembalikan mandat itu kepada presiden.

Dua tahun berselang, mosi tidak percaya menjatuhkan kabinet PM Wilopo. Tujuh dekade kemudian, giliran masyarakat yang menohok parlemen dengan mosi serupa. Apa yang berbeda?

Entah legislatif atau eksekutif, politisi bekerja dengan modal legitimasi. Tanpa legitimasi, program mereka bakal mandek. Karena publik menolak menaati kebijakan mereka. Sebagus apapun itu.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB
X