Politik Uang dan Obral Janji Pelayanan Publik

- Selasa, 13 Oktober 2020 | 13:27 WIB
Muhammad Firhansyah, penulis
Muhammad Firhansyah, penulis

Menjelang Pilkada serentak biasanya para politisi kita akan sibuk menyusun strategi pemenangan. Dari membuat visi misi, koalisi partai, membangun jaringan tim sukses, hingga kampanye terbuka dan tertutup. Semuanya dilakukan semata-mata demi satu tujuan, kemenangan.

========================
Oleh: Muhammad Firhansyah
Kepala Keasistenan PVL Ombudsman RI Kalimantan Selatan
========================

Atas dasar tujuan kemenangan inilah, proses pemilu yang sejatinya adalah ajang menemukan dan memilih pemimpin berbakat, amanah, loyal terhadap kepentingan rakyat dan bervisi membangun peradaban pelayanan publik yang terbaik. Dalam perjalanannya penuh permainan politik dan intrik.

Berbagai perilaku malpraktik menjadi “rutinitas biasa”. Seperti mahar atau ongkos perahu (kendaraan) politik, rekayasa surat suara, membagi uang/amplop/barang, serangan fajar, pembagian bansos/apd/masker bertuliskan gambar atau nama calon (biasanya dari petahana), bagi sembako dan sumbangan tempat ibadah pada intinya ada politik uang pra dan pasca bayar.

Padahal secara regulasi, perilaku korupsi pemilu ini telah tegas dilarang oleh undang-undang. Termasuk di dalamnya kecurangan dan manipulasi pemilu. Namun sekali lagi fakta bahwa “jual beli’ kandidat (Candidacy buying), vote broker dan vote buying terus menghiasi wajah pemilu di republik ini.

Politik uang seolah menjadi momok yang kuat, masuk pada “budaya” pemilih kita saat ini, bahkan sudah dianggap “kebutuhan utama” dalam berpolitik. Inilah yang menjadi tantangan kematangan pelaksanaan pemilu di Indonesia.

Dari aspek yuridis, penyebab umumnya karena ada celah regulasi, lemahnya pengawasan dan penegakan sanksi, laporan pelanggaran yang tidak tertindaklanjuti, serta lemahnya teknologi pengawasan yang memastikan setiap tahapan dapat terpantau dengan transparan, akuntabel, jujur dan sistem yang baik.

Sedangkan aspek sosiologis, kondisi pemilih memiliki pendidikan politik yang rendah, kondisi kemiskinan, lemahnya budaya etik dan kurangnya nilai spiritual. Sehingga menciptakan budaya korup yang sulit teratasi.

Di sisi lain, ajang pemilu hakikatnya sarana untuk “menghukum” para politisi atau calon pemimpin daerah yang selama ini korup, tak merakyat, dan ingkar janji saat mereka menjabat ditambah perbaikan pelayanan publik yang tak terlihat. Tapi pernyataan ini hanya berlaku untuk publik yang sudah memiliki kecerdasan yang baik, pemahaman pemilu yang mapan, serta publik yang kritis (penagih janji), terlebih janji pelayanan publik.

Selain politik uang, yang sering menjadi gaya para calon dan tim sukses yakni “obral janji” pelayanan publik. Faktanya para calon pasangan pilkada ataupun pada pileg dan pilpres, sering terdorong untuk berjanji dihadapan publik. Notabene sejumlah pernyataan akan mereka sampaikan untuk meyakinkan masyarakat pemilih. Semisal kalau saya terpilih maka sekolah dibangun.., kalau saya terpilih layanan rumah sakit/puskesmas gratis, kalau terpilih maka jalan di aspal, jembatan diperbaiki dan lain sebagainya.

Lagi-lagi bentuknya janji pelayanan publik. Mirisnya sebagian besar hanya menjadi janji manis, tanpa ada realisasi dan bukti nyata, para calon pemimpin yang akhirnya terpilih setelah menjabat tiba-tiba lupa dengan janji yang pernah diucapkan.

Mereka “amnesia” (lupa mendadak) dan beralasan tidak mudah merealisasikan apa-apa yang sudah disampaikan. Dan akhirnya “sang pemilih” atau rakyat hanya bisa gigit jari dan mengelus dada, akhirnya kecewa, dan berujung pada antipati atau apatis.

Hilangnya kepercayaan ini justru bukan menjadi kekuatan untuk mencari dan memilih pemimpin terbaik, tetapi malah terjebak dalam pemahaman politik buruk. Ajang pemilu hanya sebagai permainan politik praktis, terjebak jual beli suara dan perilaku yang menciderai nilai demokrasi.

Melihat kondisi ini perlu dilakukan sejumlah upaya serius. Pertama melakukan pendidikan politik demokrasi secara intensif secara berjenjang mulai dari bangku sekolah, kampus, masyarakat pinggiran kota, hingga pelosok pedesaan.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X