Kala Empat Pemuda Turun Gunung Menyusuri Sungai Tapin: Temukan Tiga Penyebab Kondisi Sungai Tercemar

- Jumat, 16 Oktober 2020 | 14:50 WIB
BAMBU RAFTING: Keempat pemuda menyusuri sungai dari Pegunungan Meratus sampai pusat Kota Rantau.
BAMBU RAFTING: Keempat pemuda menyusuri sungai dari Pegunungan Meratus sampai pusat Kota Rantau.

Tidak mudah susur sungai dari Desa Pipitak Jaya Kecamatan Piani ke pusat Kota Rantau. Empat pemuda ini memerlukan waktu sekitar empat hari tiga malam. Bagaimanakah perjalanannya ?

-- Oleh: RASIDI FADLI, Rantau --

Senin siang, cuaca panas mengitari langit di pegunungan Meratus. Bambu rafting sudah siap. Sejak Kamis mereka cari, kemudian dirakit di Sungai. Perlengkapan juga sudah siap. Tas gunung berisi bahan pokok makanan beserta tenda untuk keperluan bermalam.

Perjalanan pun dimulai. Sehari mengitari sungai sampailah mereka ke Desa Miawa, Kecamatan Piani. Sepanjang jalan, suasana masih sejuk dan asri. Terutama airnya, masih bening dan sangat layak dikonsumsi. "Untuk memasak pun kami mengambil air di sana," ucap Hendra Gunawan.

Kondisi ini berbeda jauh usai turun lagi sampai ke kota Rantau. Baik dari hari kedua, hari ketiga, sampai keempat. Warna air sudah mulai berubah, menandakan bahwa sudah tercemar. "Perubahan pertama saat kami sampai ke Desa Baramban. Lalu bergeser ke Desa Linuh dan Hangui sudah sangat berubah, terus sampai ke pusat kota. Kami simpulkan, kalau sungai seperti ini sebenarnya sudah tidak layak dikonsumsi," jelasnya.

Berdasarkan hasil pantauan mereka, berubahnya air ada beberapa faktor. Tercemar limbah batu bara di jalan hauling, tercemar karena pembuangan sampah ke sungai, dan karena tambang pasir. "Walaupun tercemar, masih banyak masyarakat yang memanfaatkan sungai untuk keperluan sehari-hari," tuturnya.

Saat menyusur sungai pria yang akrab disapa Ogun ini menceritakan bahwa ada kendala yang dilalui. Perjalanan terhalang karena pohon besar tumbang ke sungai. Membuat bambu rafting tidak bisa lewat. "Beberapa kali kami harus membuat bambu rafting yang baru," jelasnya.

Di perjalanan mereka juga turut menyuarakan penolakan agar Omnibus Law dibatalkan. Dengan cara membawa spanduk dan bendera Indonesia Raya. "Sangat disayangkan pada situasi wabah Covid-19, negara memaksakan pengesahan RUU yang masih banyak ditentang oleh masyarakat," katanya.

Ditambahkan Jefry, Omnibus Law dipakai oleh negara yang menganut sistem common law. Sedangkan di Indonesia menganut civil law. "Omnibus Law tidak masuk. Banyak menabrak regulasi lainnya," ucap Pemuda Tapin yang juga aktivis di WALHI Kalsel ini.

Ogun menyebut ide menyusuri sungai bersama ketiga temannya muncul ketika camp di gunung. Itu sejak tiga hari sebelumnya. "Spontan saja ide ini muncul," katanya.

Tujuannya cukup sederhana. Ingin mengenang masyarakat pada zaman dahulu. Saat itu sungai merupakan wadah transportasi lanting masyarakat membawa bahan pangan ke Rantau. "Sekarang tidak digunakan lagi. Jadi kami ingin mengenang dan merasakan bagaimana perjuangan masyarakat dahulu," tuntasnya.(dye/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X