Saat menyusur sungai pria yang akrab disapa Ogun ini menceritakan bahwa ada kendala yang dilalui. Perjalanan terhalang karena pohon besar tumbang ke sungai. Membuat bambu rafting tidak bisa lewat. "Beberapa kali kami harus membuat bambu rafting yang baru," jelasnya.
Di perjalanan mereka juga turut menyuarakan penolakan agar Omnibus Law dibatalkan. Dengan cara membawa spanduk dan bendera Indonesia Raya. "Sangat disayangkan pada situasi wabah Covid-19, negara memaksakan pengesahan RUU yang masih banyak ditentang oleh masyarakat," katanya.
Ditambahkan Jefry, Omnibus Law dipakai oleh negara yang menganut sistem common law. Sedangkan di Indonesia menganut civil law. "Omnibus Law tidak masuk. Banyak menabrak regulasi lainnya," ucap Pemuda Tapin yang juga aktivis di WALHI Kalsel ini.
Ogun menyebut ide menyusuri sungai bersama ketiga temannya muncul ketika camp di gunung. Itu sejak tiga hari sebelumnya. "Spontan saja ide ini muncul," katanya.
Tujuannya cukup sederhana. Ingin mengenang masyarakat pada zaman dahulu. Saat itu sungai merupakan wadah transportasi lanting masyarakat membawa bahan pangan ke Rantau. "Sekarang tidak digunakan lagi. Jadi kami ingin mengenang dan merasakan bagaimana perjuangan masyarakat dahulu," tuntasnya.(dye/ema)