Kelelahan, Menangis dan Pulang; Ini yang Tersisa dari Aksi Omnibus Law Jilid II

- Sabtu, 17 Oktober 2020 | 10:34 WIB
SAMA-SAMA LELAH: Demonstran bertahan sampai Kamis (15/10) tengah malam. Banyak mahasiswa yang tiduran di aspal. Sementara aparat yang mengamankan, bergantian istirahat. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
SAMA-SAMA LELAH: Demonstran bertahan sampai Kamis (15/10) tengah malam. Banyak mahasiswa yang tiduran di aspal. Sementara aparat yang mengamankan, bergantian istirahat. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Tepat jam 12 malam, setelah bolak-balik bernegosiasi dengan aparat, mahasiswa membubarkan diri. Diiringi isak tangis koordinator aksi.

-- Oleh: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin --

DIBANDINGKAN unjuk rasa di kota-kota lain yang ricuh, di Banjarmasin berlangsung kondusif. Kalau pun ada gesekan, korbannya cuma pot kembang yang rusak.

Pada gelombang kedua, Kamis (15/10) siang, mahasiswa menggelar mibar bebas di Jalan Lambung Mangkurat. Tak jauh dari gedung DPRD Kalsel.

Pantauan Radar Banjarmasin, setelah magrib, mulai ada demonstran yang beranjak pulang. Hingga massa tersisa separuh.

Setelah itu, mahasiswa dan aparat terlibat adu ngotot. Apakah aparat bisa menahan diri dari tindakan represif? Apakah mahasiswa lebih dulu membubarkan diri?

Malam itu, kedua kubu tampak benar-benar kelelahan. Ada yang merebahkan diri di aspal untuk rehat sejenak.

-

Koordinator Wilayah BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Kalimantan Selatan, Ahdiat Zairullah mengaku tak bisa memaksa agar rekan-rekannya bertahan di lokasi. Siapapun boleh pergi. Tapi bagi yang bersedia bertahan, ia mengucapkan terima kasih.

Ahdiat dan kawan-kawannya bertekad untuk bermalam di jalan. Baru pulang, kalau tuntutan dipenuhi. Tuntutan yang agak musykil: Presiden Joko Widodo datang ke Banjarmasin dan menerbitkan Perppu untuk menganulir Omnibus Law.

"Kami akan terus aksi. Apabila hari ini chaos dan dibubarkan, kami akan turun lagi pada hari lain," tambah Ahdiat.

Agar mosi tidak percaya tak sekadar slogan. Ini soal pembuktian.

Kedatangan Anggota DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda saja dicueki. Apalagi tawaran judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Semua orang juga tahu, pemilihan MK itu politis. Tiga dari Mahkamah Agung, tiga orang presiden, tiga pilihan DPR. Pakai logika saja. Enam lawan tiga, siapa yang menang?" cecar mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat itu.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB
X