Pentingnya Agens Hayati dalam Dunia Pertanian

- Senin, 19 Oktober 2020 | 16:23 WIB
Penulis; Dr Ir Akhmad Rizali, MSc
Penulis; Dr Ir Akhmad Rizali, MSc

Pestisida merupakan zat kimia yang digunkan untuk mengendalikan hama. Namun efek pestisida tidak hanya berpengaruh pada hama, tetapi juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Gangguan kesehatan yang disebabkan paparannya bisa berupa kerusakan saraf, iritasi kulit dan mata hingga kanker.

=========================
Oleh: Dr Ir Akhmad Rizali, MSc
Staf Pengajar Program Magister (S2) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan ULM
=========================

Pestisida menjadi senjata utama dalam membasmi hama yang menyerang pertanian maupun hama penyebab penyakit. Selain digunakan di sawah atau ladang, pestisida juga ada di rumah kita. Contohnya racun yang digunakan untuk membasmi tikus, kecoa, nyamuk, atau kutu hewan peliharaan. Meski dinilai efektif untuk membasmi hama, pestisida juga dapat menjadi racun bagi organisme lain, termasuk manusia. Oleh karena itu, prosedur penggunaan, penyimpanan, serta pembuangannya harus diperhatikan.

Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 411/Kpts/TP.120/6/1995 tentang Pemasukan Agens Hayati, adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
Dewasa ini semakin memprihatinkan. Tanah semakin rusak akibat pemupukan kimiawi/sintetis yang tak berimbang. Penggunaan pestisida sintetis yang berlebihan menyebabkan kerusakan ekosistem. Tentu di balik kondisi ini masih ada semangat untuk kembali kepada pertanian yang sehat dan alami. Salah satunya adalah gencarnya penggunaan pestisida nabati dan agen hayati dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).

Pengelolaan hayati akhir-akhir ini juga banyak mendapat perhatian dunia dan seringkali dibicarakan di dalam seminar atau kongres, serta ditulis dalam naskah jurnal atau pustaka. Khususnya yang berkaitan dengan penyakit tanaman dengan menggunakan agens pengendalian hayati muncul karena kekhawatiran masyarakat dunia akibat penggunaan pestisida kimia sintetis. Adanya kekhawatiran tersebut membuat pengendalian hayati menjadi salah satu pilihan cara mengendalikan patogen tanaman yang harus dipertimbangkan. Penggunaan agen hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsif keseimbangan ekosistem. Memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman pertanian.

Agen hayati memiliki kelebihan, antara lain selektif, artinya mikroba dalam agen hayati akan menyerang organism penggganggu tanaman yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati akan meyerang hama dan penyakit sasaran.

Kemudian, sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah tersedia di alam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai menyebabkan keseimbangan ekosistem mulai goyah dan populasinya terganggu.

Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah mahluk hidup yang bersifat pathogen bagi organisme pangganggu tanaman, maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya. Selain itu, tidak ada efek samping, relatif murah, dan tidak menimbulkan resisten Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran.

Pengendalian suatu penyakit melalui biokontrol membutuhkan pengetahuan yang rinci mengenai interaksi patogen inang dan antara patogen dengan mikroba-mikroba sekitarnya. Pengetahuan ini sangat penting karena prinsif biokontrol adalah pengendalian dan bukan pemberantasan patogen. Keberhasilan suatu biokontrol ditentukan oleh kemampuan hidup agen biokontrol tersebut dalam lingkungannya.

Salah satu agensia pengendalian hayati yang efektif yaitu Trichoderma spp yang mampu menangkal pengaruh negatif jamur patogen pada tanaman kedelai (tanaman inang). Species "T. harzianum" dan "T. viridae" dapat mengendalikan aktifitas jamur patogen "Rhizoctonia solanii" yang memberikan pengeruh positif terhadap kemampuan berkecambah biji kedelai biomassa tanaman. Penggunaan mikrobia insktisida "Bacillus thuringiensis" juga sangat efektif membunuh beberapa serangga hama antara lain ulat kubis (Plutella xylostella), dan ulat "Crocidolomia binotalis". (*)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X