Gugatan ini perlu agar mahasiswa, dosen dan alumni Uvaya tidak dirugikan. "Kalau tidak ada kepastian, bisa merugikan mahasiswa yang lulus. Ijazahnya tidak diakui oleh negara. Selain itu, ujian atau kelulusan yang bisa terpending. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui ini," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Yayasan Pendidikan Haji Muhammad Roesli, Ahmad Wahyudi mengatakan, sengketa ini hanya perbedaan persepsi saja.
Penggugat, menurutnya mendalilkan yayasan ini penyesuaian dari yayasan sebelumnya. "Kami menyatakan akte yang dimiliki penggugat bukan penyesuaian, melainkan pendirian baru yang tidak ada kaitannya dengan yayasan sebelumnya," jelasnya.
Sementara pemilihan nama Yayasan Pendidikan Haji Muhammad Roesli, kata Wahyudi, mengacu UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan direvisi UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, serta PP Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penyesuaian Pendirian Yayasan.
"Nama Yayasan Haji Mohamad Roesli dipilih, karena dalam aturan, nama Yayasan Pendidikan Uvaya dipakai oleh pendiri tahun 2007. Maka tidak boleh lagi dipakai yayasan lainnya," jelasnya.
Wahyudi mengungkapkan fakta lain, yakni surat dari Kementerian Ristekdikti pada tanggal 25 Oktober 2019. Isinya, mempermasalahkan rekam jejak badan penyelenggara.
Pada izin penyelenggaraan pendirian perguruan tinggi diselenggarakan oleh Yayasan Uvaya. Sedangkan pada SK pengesahan Kementerian Hukum dan HAM, kembali muncul nama yayasan serupa.