Pengelolaan Sumber Daya Air dan Undang-Undang Ciptaker

- Selasa, 27 Oktober 2020 | 11:35 WIB
Penulis, Maulida
Penulis, Maulida

Air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh manusia. Dengan adanya karunia itu, maka manusia ditugaskan untuk menggunakan, menjaga sebaik dan semaksimal mungkin.

==============
Oleh: Maulida
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
==============

Jika dilihat lebih luas air adalah bagian dari sumber daya air yang merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Demi berjalannya amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan aturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Pengelolaan sumber daya air merupakan upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, perdayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Dalam hal ini penguasaan tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengelola sumber daya air sepenuhnya dikuasai oleh negara, terdiri atas pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termaktub di Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Adanya keterlibatan pemerintah daerah dalam pengaturan dan pengelolaan sumber daya air menjadi implementasi secara nyata bahwa adanya kepercayaan negara terhadap pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Asas otonomi yang merupakan prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah dijalankan berdasarkan otonomi daerah. Dan dalam pelaksanaannya diharapkan dapat meningkatkan kewenangan daerah dalam tata pengurusan, serta pengelolaan sumberdaya air yang baik dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Sehingga pengelolaannya dapat dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan keunggulan sumber daya setempat selaras dengan makna asas kemandirian.

Namun sayangnya, aturan terkait tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengelola sumber daya air dalam pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dengan sistem Omnibus Law pada rapat paripurna tanggal 5 Oktober 2020 mengubah bunyi Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Dalam perubahannya berbunyi: “(1) Atas dasar penguasaan negara terhadap sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat diberi tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengelola sumber daya Air”.

Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip otonomi daerah yang hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adanya pengaturan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dikhawatirkan berdampak terhadap suatu kewenangan yang absolut, sehingga kebutuhan masyarakat tidak lagi diperhatikan secara rinci karena dipukul sama rata secara nasional. Hal ini tentu tidak dapat disamakan, karena setiap daerah memiliki keanekaragamaan dan keistimewaan pengaturan yang berbeda-beda sesuai karakteristik masyarakat setempat.

Tidak hanya itu, perbedaan keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan turut memmengaruhi bagaimana pengaturan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumber daya air. Jika implementasi atas aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat dipaksakan, maka bukan tidak mungkin daerahlah dan masyarakat setempatlah yang pertama kali menerima dampak buruk dari aturan telah yang ditentukan.

Harapan terhadap efisiensi dan pengerampingan birokrasi yang diharapkan, bukannya didapatkan, malah berdampak dengan tidak terpenuhinya harapan akan kemanfaatan menjaga dan mengelola sumber daya air.

Oleh karena itu, perlu kiranya perubahan bunyi Pasal 9 ayat (1) dalam Undang-Undang Cipta Kerja tersebut dipertimbangkan dan dibahas kembali secara lebih hati-hati dan saksama, melalui diskusi terbuka melibatkan para ahli di bidang sumber daya air, pemerintah, dan tentunya masyarakat.
Sehingga yang sebelumnya pemerintah daerah sebagai pihak yang diberi wewenang dan tugas untuk mengatur dan mengelola sumber daya air bersama pemerintah pusat tetap dapat dipertahankan. Hal ini demi menjaga keseimbangan hak-hak yang dimiliki daerah dan pusat dan menghindari kekuasaan seluas-luasnya oleh pemerintahan pusat. (*/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X