Selusin saksi kembali dipanggil penyidik Polda Kalsel, kemarin (2/11). Mereka menolak hadir. Karena menduga surat panggilan itu cacat formil.
----
BANJARMASIN - Cacat formil yang dimaksud, nama yang tertera dalam tujuan surat pemanggilan tidak jelas. Tidak berpatokan pada KTP sebagai identitas resmi. Bahkan, ada yang cuma ditulis dengan nama julukan sehari-hari.
"Saya juga dipanggil. Cuma ditulis 'Wira dari BEM Uniska'. Faktanya, saya hanya mahasiswa biasa. Tidak masuk dalam BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa)," kata Wira, mahasiswa Universitas Islam Kalimantan.
Lucunya, ada pula mahasiswa yang sudah dua tahun tak menjabat sebagai presiden BEM dan tak ikut unjuk rasa, juga turut dipanggil polisi.
Seusai demonstrasi berjilid-jilid menolak Omnibus Law Cipta Kerja di DPRD Kalsel, belasan mahasiswa dan aktivis dipanggil Direktorat Reserse Kriminal Umum. Dugaannya, pelanggaran Pasal 218 KUHP. Terkait aksi yang melewati batas waktu yang diizinkan.
Kemarin (2/11) siang di Taman Patung Bekantan, Siring Pierre Tendean, para saksi menggelar konferensi pers.
Melalui kuasa hukum BEM se-Kalsel, M Pazri, surat pemanggilan itu pun dikembalikan ke mapolda. "Para saksi tak bisa hadir karena identitasnya tidak jelas. Membingungkan siapa yang hendak dipanggil. Sementara panggilan yang dihadiri memiliki konsekuensi hukum," jelasnya.
Pazri mengaku kurang tahu, apakah karena cuma salah ketik atau yang dipanggil memang orang yang berbeda. Dalam artian bukan kliennya. "Hemat kami, surat itu terindikasi cacat formil," tambahnya.
Intinya, saksi bersedia hadir, tapi surat panggilan harus diperbaiki dulu. Pazri juga berharap, cerita lama tak terulang.
Diingatkannya, aparat harus lebih berhati-hati dalam penyidikan dan penetapan tersangka. Jangan sampai terkesan, semata-mata kasus ini diadakan untuk menjerat orang-orang kritis. Mereka yang berseberangan dengan pemerintah.
"Jangan terburu-buru. Soal panggilan, kami tetap kooperatif. Tapi ketika ada pemanggilan yang tepat sasaran," jelasnya.
Contoh serupa menimpa Direktur Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono. Dalam surat yang diterimanya, tidak mencantumkan namanya. Hanya ditujukan kepada 'Ketua Walhi dan Gema Petani'.
Cak Kis, demikian sapaannya, dua kali menerima surat panggilan. Surat pertama pada 19 Oktober lalu. Berisi tentang undangan klarifikasi. "Jadi membingungkan. Ini dua organisasi yang berbeda. Jadi tidak saya hadiri," bebernya.