Tahun ini, Aktivitas Tambang Liar di Kalsel Melesu

- Selasa, 3 November 2020 | 12:25 WIB
DIAMANKAN: Dishut Kalsel saat mengamankan ekskavator dari tambang ilegal di Desa Ida Manggala, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten HSS beberapa waktu yang lalu. | FOTO: DISHUT KALSEL FOR RADAR BANJARMASIN
DIAMANKAN: Dishut Kalsel saat mengamankan ekskavator dari tambang ilegal di Desa Ida Manggala, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten HSS beberapa waktu yang lalu. | FOTO: DISHUT KALSEL FOR RADAR BANJARMASIN

BANJARBARU - Aktivitas pertambangan tanpa izin (peti) di kawasan hutan pada 2020 ini nampaknya sedikit melesu dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karena hingga November, Dinas Kehutanan Kalsel hanya menemukan dua kasus.

Padahal, sebelumnya saban tahun pemerintah provinsi selalu disibukkan dengan maraknya tambang liar. Tahun lalu misalnya, ada tujuh kasus yang berhasil ditangani Dinas Kehutanan Kalsel.

Kepala Seksi Pengamanan Hutan pada Dishut Kalsel, Haris Setiawan memastikan menurunnya kasus peti karena memang aktivitasnya tidak lagi marak. Sebab, pengawasan yang dilakukan tetap sama seperti tahun-tahun lalu.

"Bahkan tahun ini Polda Kalsel bersama pusat lebih sering melakukan penertiban," katanya kepada Radar Banjarmasin.

Dia mengungkapkan, dua kasus peti tahun ini sama-sama ditemukan di Desa Beramban, Kecamatan Piani, Tapin. Yakni pada Februari dan Maret 2020. "Dari dua tempat ini, masing-masing kami temukan barang bukti satu ekskavator. Tapi, tidak kami temukan pelakunya," ungkapnya.

Lalu kenapa peti tahun ini bisa melesu? Haris menduga, salah satu faktornya lantaran masifnya pengawasan yang dilakukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Polda Kalsel. "Mungkin juga karena Covid-19 ini membuat penjualan batubara turun, jadi tidak banyak peti yang beroperasi," ujarnya.

Faktor lain diutarakan Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (PKSDAE) Dishut Kalsel, Panca Satata. Menurutnya, cuaca tahun ini yang lebih banyak hujan juga mempengaruhi berkurangnya aktivitas tambang liar. "Karena kalau hujan, tambang sulit beroperasi. Apalagi banjir," paparnya.

Tahun lalu cuaca memang cukup panas ketika musim kemarau, sehingga kasus tambang ilegal meningkat dua kali lipat dibandingkan 2018. Saat itu Dishut Kalsel menangani tujuh kasus, setelah tahun sebelumnya hanya sekitar tiga kasus.

Panca mengatakan, dari tujuh kasus tambang ilegal yang mereka tangani pada 2019, paling banyak berada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. "Di HSS ada empat kasus. Sedangkan dua kasus lainnya di Tanah Laut dan satu di Banjar," katanya.

Dia menambahkan, dari hasil pengungkapan tujuh kasus itu, pihaknya berhasil menyita sejumlah barang bukti. Yakni, enam alat berat berupa ekskavator dan satu unit dump truk.

"Empat ekskavator kami temukan di HSS. Dua lainnya di Banjar dan Tanah Laut. Sementara dump truknya kami sita dari tambang ilegal di Tanah Laut," tambahnya.

Panca menyampaikan, pada 2020 ini pihaknya lebih ketat dalam mengamankan kawasan hutan dari aktivitas tambang ilegal. Dengan cara menambah personel di masing-masing Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). "Masing-masing KPH ditambah lima personel untuk pengamanan hutan," ucapnya.

Diharapkan, dengan adanya tambahan personel tersebut, setiap KPH dapat lebih giat lagi mengamankan hutan. Guna mengurangi kegiatan tambang ilegal. (ris/ema)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Akali Dana PNPM, Dituntut 1,9 Tahun Penjara

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:27 WIB

Balaskan Dendam Kawan, Keroyok Orang Hingga Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 18:10 WIB

Setelah Sempat Dikeroyok, Seorang Pemuda Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 08:00 WIB
X