Pandemi, Penderita Gangguan Jiwa Naik

- Rabu, 11 November 2020 | 10:51 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

BANJARBARU - Pandemi Covid-19 dianggap bisa membuat seseorang mengalami gangguan jiwa. Hal itu pun dikhawatirkan menjadi pemicu meningkatnya jumlah pasien orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).

"Secara potensial masyarakat pasti stres dengan situasi saat ini, sehingga tren depresi, frustasi dan lain-lain akan meningkat," kata Direktur Utama RSJD Sambang Lihum, IBG Dharma Putra.

Dia mengungkapkan, depresi, frustasi dan stres merupakan gangguan jiwa ringan. Namun, banyak masyarakat yang tidak menyadarinya.

"Gejalanya biasanya sakit kepala, mual,muntah, rasa pegal dan tidak enak badan. Sebab masyarakat tidak menyadarinya, maka mereka memilih memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan umum. Bukan ke RSJ," ungkapnya.

Padahal, dirinya yakin, masyarakat yang mengalami gangguan jiwa ringan saat ini meningkat signifikan. "Saya yakin mungkin sekitar 40 sampai 50 persen masyarakat yang datang ke pelayanan kesehatan umum mengeluhkan gejala sakit kepala, mual, rasa pegal dan tidak enak badan," ujar Dharma.

Lalu bagaimana dengan tren pasien ODGJ yang dirawat di RSJD Sambang Lihum? Dia menyampaikan, sejauh ini tidak ada peningkatan jumlah pasien. Sebab, orang yang datang ke RSJ hanya yang mengalami gangguan jiwa berat. "Karena yang ringan biasanya datangnya ke pelayanan umum," ucapnya.

Dia menuturkan, saat ini masih ada sekitar 250 pasien yang dirawat inap di RSJD Sambang Lihum. Jumlah tersebut turun jika dibandingkan tahun lalu.

"Tahun lalu sampai 400 pasien, karena kami masih membuka pelayanan narkoba. Saat ini layanan itu kami tutup dulu, untuk mengurangi risiko Covid-19," tuturnya.

Secara terpisah, Psikolog Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Sukma Noor Akbar juga berpendapat pandemi Covid-19 bisa berdampak pada kesehatan mental masyarakat. Seperti kecemasan, ketakutan, trauma, insomnia, panik, depresi dan gangguan psikologis lainnya. "Baik itu akibat langsung dari virus corona, maupun dampak psikososialnya," bebernya.

Menurutnya, hal itu terjadi lantaran manusia merasa terancam jika ada sesuatu yang bisa menyakiti atau membuatnya jadi tidak nyaman. Seperti situasi pandemi saat ini. "Jika individu tidak memiliki mental yang kuat dan pengetahuan yang kuat untuk mengelola stresnya, maka mental pun akan menjadi rapuh," ujarnya.

Bagi masyarakat yang mampu dengan cepat beradaptasi dengan kondisi new normal, menurutnya bakal mudah dan tanpa beban mengikuti protokol kesehatan. Seperti memakai masker setiap keluar rumah, menjaga jarak, cuci tangan dengan sabun, berolah raga, dan berjemur sebagai proteksi diri.

"Tapi, yang tidak mampu beradaptasi bisa mengalami peningkatan kecemasan, panik dan stres karena harus melakukan aktivitas di luar. Apalagi ada wacana sebentar lagi bekerja dan sekolah dengan tatap muka. Sehingga diperlukan penguatan mental agar lebih siap dalam menghadapi aktivitas rutin seperti biasa," jelasnya.

Lebih lanjut dia menyampaikan, masyarakat perlu berupaya dalam mengelola tingkah laku. Seperti pola makan yang teratur, berolahraga, berpikir positif dan mengelola emosi serta pikiran secara jernih. "Dengan begitu akan muncul ketahanan psikologis bagi masyarakat untuk tetap beradaptasi dengan situasi pandemi," pungkasnya. (ris/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X